Dalam penyelenggaraan pemilihan umum sesuai Pancasila, pemilu merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat yang menerapkan prinsip satu orang dengan satu suara (one man one vote).
Dalam kerangka negara berdasarkan Pancasila, prinsip one man one vote tersebut diselaraskan dengan cita negara kekeluargaan. Sehingga dengan prinsip ini tidak mengarah pada pemilihan natural (natural selection) maupun survival of the fittest (yang kuat yang menang).
“Pemilu bukan tujuan bernegara, tetapi sarana perwujudan kedaulatan rakyat dalam rangka terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan merata,” tegas Seto Harianto mengawali materinya “Pancasila dan PemilihanUmum” dalam acara Pendidikan dan Pelatihan Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif 2014 bagi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), di Ruang Aula Grha Konstitusi 3, Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi MK, Cisarua, Bogor, Selasa (25/02).
Seto mengatakan, Pancasila dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 yang dijabarkan dalam pasal-pasal dan menjadi dasar negara dan menjadi pokok fundamental negara. Maka hukumnya dengan kedudukan itu Pancasila lebih tinggi dan tidak ada yang bisa bertentangan dengan dasar negara. Tetapi banyak aturan Pemilu yang keluar dari Pancasila.
\"Konsep utama yang terkandung dalam Pancasila adalah philosophische grondslag (dasar filosofi negara) yang secara hakikatnya merupakan konsep utama tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dianggap paling tepat dan paling baik untuk rakyat dan negara Indonesia,\" terang Seto.
Mengakhiri kuliahnya, Seto menegaskan bahwa Pancasila adalah demokrasi yang menganut kekeluargaan, bukan hanya menyangkut soal mayoritas atau minoritas. Oleh karena itu, kita harus kembali pada demokrasi pancasila yang tidak mementingkan suatu kalangan, tetapi bisa merangkul semua kalangan masyarakat, baik kalangan mayoritas maupun minoritas. (Panji Erawan/mh)