Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang (PUU) Hukum Acara Pidana yang dimohonkan oleh Anwar Sadat (Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Selatan) dan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana, Kamis (20/2). Ketua MK Hamdan Zoelva menyatakan langsung bahwa permohonan Para Pemohon ditolak seluruhnya karena tidak beralasan menurut hukum.
“Amar Putusan. Mengadili, menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” tegas Hamdan mengucapkan amar putusan Mahkamah terhadap perkara No. 78/PUU-XI/2013 itu.
Mahkamah berpendapat bahwa pengujian konstitusionalitas Pasal 82 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d KUHAP yang dimohon oleh Para Pemohon merupakan norma yang mengatur lebih lanjut mengenai pengajuan permohonan praperadilan oleh para pencari keadilan, termasuk Para Pemohon. Ketentuan yang mengatur tentang jangka waktu pemeriksaan pra peradilan tersebut menurut Mahkamah justru memberikan kepastian hukum kepada masyarakat atau para pencari keadilan, terutama kepada Anwar Sadat yang merasa bahwa penangkapan terhadap dirinya tidak sesuai dengan prosedur dan mekanisme sebagaimana telah ditentukan dalam KUHAP.
Sementara itu, terkait dengan ketentuan mengenai batas waktu pemeriksaan praperadilan yang harus dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusan, Mahkamah berpendapat hal tersebut dapat dilakukan dalam hal-hal tertentu ketika penuntut umum juga harus segera mengajukan pokok perkara ke pengadilan apabila terkait dengan masa penahanan tersangka sudah akan berakhir. “Lagipula, bagi tersangka masih mempunyai hak untuk membela diri dan menyampaikan keberatannya terhadap hal yang dipermasalahkan dalam praperadilan pada waktu pemeriksaan pokok perkaranya,” ujar Hakim Konstitusi Patrialis Akbar yang membacakan pendapat Mahkamah.
Melihat argumentasi yang disampaikan Para Pemohon, Mahkamah melihat permohonan Para Pemohon sebenarnya bukanlah persoalan konstitusionalitas norma, tetapi merupakan persoalan implementasi norma dalam praktik peradilan. Meski begitu, Mahkamah mengingatkan ketentuan tentang jangka waktu pemeriksaan pra peradilan sebaiknya tidak dijadikan celah oleh penyidik maupun penuntut umum untuk menggugurkan praperadilan dengan cara segera melimpahkan berkas perkara ke pengadilan negeri.
“Apalagi pelimpahan berkas perkara yang tidak lengkap ke pengadilan negeri akan berakibat bahwa berkas perkara yang diajukan ke pengadilan negeri merupakan berkas perkara yang asal jadi. Dalam hal telah diajukan permohonan praperadilan, seyogianya semua pihak yang terkait dalam praperadilan tersebut wajib menghormati persidangan praperadilan. Adalah merupakan tindakan yang tidak terpuji apabila ada penyidik atau penuntut umum dengan sengaja tidak menghadiri sidang praperadilan, seperti penuntut umum yang dengan sengaja tidak menghadiri sidang praperadilan dan segera mengajukan pokok perkaranya ke pengadilan negeri dengan maksud supaya permohonan praperadilannya gugur. Oleh karenanya atasan dari pihak-pihak tersebut (kepolisian dan/atau kejaksaan) dapat memberikan sanksi kepada aparat yang tidak menghormati persidangan,” tukas Patrialis lagi.
Sebelumnya, Anwar Sadat yang tengah dipidanakan terkait demonstrasi lingkungan hidup di Ogan Ilir Sumatera Selatan mengajukan pra peradilan ke Pengadilan Negeri Palembang. Namun, ketika permohonan pra peradilan baru diperiksa, pihak penuntut justru membawanya ke pengadilan. (Yusti Nurul Agustin/mh)