Terlepas dari segala kontroversi dari partai politik yang ada saat ini, esensi kemerdekaan yang diraih Negara Kesatuan Republik Indonesia ada pada parpol. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, Indonesia saat ini tidak lepas dari tangan parpol.
Hal tersebut disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin saat menjadi pembicara pada acara Pendidikan dan Pelatihan Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif 2014 bagi Komisi Pemilihan Umum di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor, Rabu, (19/2/2014). Menurut Irman, parpol sejatinya adalah makhluk mulia yang harus diperbaiki kemuliaannya.
Hampir seluruh lini kekuasaan dikendalikan oleh parpol, baik eksekutif, maupun legislatif. Namun, Irman menyayangkan, Indonesia belum memiliki desain konstitusional tentang bagaimana seharusnya parpol bekerja agar bisa menjadi pilar demokrasi dan konstitusi yang bertugas memikirkan agar tujuan bangsa tercapai.
Karena diberikan ekslusivitas untuk mengisi kekuasaan presiden dan parlemen, Irman berharap parpol bersikap profesional. “Parpol harus fokus memikirkan negara. Mereka harus siapkan tiap lima tahun prasmanan yang enak untuk rakyat karena kita sudah sepakat dalam konstitusi, hanya parpol yang menjadi capres dan peserta Pemilu,” tegas Irman.
Ia juga mengingatkan, parpol tidak boleh ditunggangi oleh kapitalis. Apabila begitu, maka kepentingan kapitalis yang didahului oleh parpol. “Itu yang terjadi saat ini. Parpol ditunggangi kapitalis, harga diri dan kedaulatan bangsa akhirnya digadaikan,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, saat ini energi psikologis yang dikeluarkan oleh para penyelenggara Pemilu sangat besar. Pasalnya, parpol datang bukan untuk mensejahterakan rakyat, tetapi untuk menduduki kekuasaan. Penyelenggara Pemilu yang diharapkan independen, setelah berhadapan dengan parpol pun ikut menjadi sulit. “Artinya proses demokrasi belum menemukan desain konstitusional yang tepat. Apabila tidak menemukan desain yang tepat, akan memberikan effort yang jauh lebih besar untuk penyelenggara negara lainnya,” jelas Irman.
Penyelenggaraan Pemilu
Terkait Pemilu serentak, Irman menegaskan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, tidak dikenal status politik dalam konstitusi. Artinya, tidak ada parpol besar dan kecil sehingga setiap parpol yang menjadi peserta Pemilu berhak mengajukan calon presiden. Relasinya dengan penyelenggara Pemilu adalah konstitusi mewajibkan penyelenggara Pemilu tidak mempersulit hak-hak konstitusional peserta Pemilu.
Melihat ke belakang, KPU baru terbentuk sebagai lembaga penyelenggaraan Pemilu pasca lahirnya UU No. 4 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. berdasar UU tersebut, KPU terdiri atas para anggota yang dipilih dari orang-orang yang independen dan nonpartisipan dan mulai melaksanakan tugasnya pada Pemilu 2004. Pemilu 2004 juga berbeda dari Pemilu sebelumnya karena memiliki dua agenda, yakni memilih anggota legislatif (DPR, DPD, dan DPRD), serta memilih presiden dan wakil presiden.
Perkembangan penyelenggara Pemilu terus berlanjut pasca Putusan MK No. 11/PUU-VIII/2010. Menurut MK, pada Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yang berbunyi: “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”.
Frasa ‘suatu komisi pemilihan umum’ diterjemahkan MK tidak merujuk kepada sebuah institusi, tetapi pada fungsi penyelenggaraan Pemilu. Dengan demikian, penyelenggaraan pemilu tidak hanya dilaksanakan oleh KPU tetapi juga lembaga pengawas Pemilu, yakni Badan Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. (Lulu Hanifah/mh)