Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva membuka secara resmi kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Penyelesaian Perkara Peselisihan Hasil Pemilu Legislatif 2014 untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor, Selasa (18/2/2014).
Dalam sambutannya, Hamdan menyatakan tujuan diklat adalah untuk membangun satu kesepahaman bersama tentang penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum di MK, termasuk teknisnya. Nantinya, MK akan membagi hakim majelis panel menurut daerah pemilihan (dapil). “Misalnya, partai politik A menggugat di satu dapil, maka berada di satu panel hakim dalam dapil yang bersangkutan. Ini perbedaan yang sangat prinsipil dibandingkan pemilu lalu. Maka, anda siapkan tiga tim kuasa hukum untuk tiga panel,” jelas Hamdan.
Lebih lanjut, Hamdan menambahkan pada Pemilu 2014, perseorangan calon anggota legislatif mungkin saja menggugat perolehan suara dengan caleg lain di internal parpol dalam satu dapil. “Ini mungkin saja dibawa ke MK dengan ketentuan ada rekomendasi dari ketua parpol,” sambungnya.
Dengan demikian, apabila perseorang caleg menggugat perolehan suara caleg lainnya dalam satu parpol dan satu dapil ke MK, artinya parpol menyatakan tidak sanggup menyelesaikan persoalan tersebut secara internal. Untuk mengajukan gugatan, parpol maupun individu akan diberikan formulir cara membuat gugatan untuk parpol dan cara menjawab gugatan untuk KPU sehingga diharapkan penyelesaian perselisihan hasil pemilu di MK bisa lebih sederhana.
Hamdan juga menegaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan banyak kewenangan yang sangat besar bagi MK dalam menjaga konstitusi dan menjaga nilai-nilai yang diatur dalam konstitusi.
Terkait dengan hukum dan demokrasi, secara sederhana, demokrasi dapat dikatakan sebagai pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat, dan bersama rakyat. Pemerintahan ini adalah oleh rakyat, maka pemilu dilaksanakan. Tidak mungkin dalam demokrasi modern rakyat langsung menentukan kebijakan. Sehingga digelar pesta demokrasi, yakni Pemilu yang merupakan perebutan kekuasaan yang dibenarkan oleh negara.
Komitmen KPU
Sementara Ketua KPU Husni Kamil Malik menyatakan komitmennya untuk meminimalisasi potensi sengketa dan konflik yang sumbernya berasal dari KPU. “Di hadapan ketua MK, kami menyampaikan komitmen harus meminimalisasi potensi konflik yang sumbernya berasal dari penyelenggara pemilu. KPU berharap Pemilu 2014 lebih baik daripada pemilu sebelumnya,” tegas Husni.
Komitmen tersebut akan dijalankan KPU dengan berupaya mengubah paradigma berpikir penyelenggara pemilu agar lebih berwibawa dan termormat. KPU telah membuat kebijakan agar seluruh jajaran penyelenggara pemilu bisa menyelesaikan masalah di tingkatannya masing-masing dan melakukan pendekatan dengan meminta seluruh pihak menerima hasil pemilu.
“Ada hal yang kerap diulang penyelenggara pemilu jika terjadi masalah. Masalah tidak selesai tapi memberikan saran yang terkesan menghindar dari masalah, yakni ‘kalau bapak ibu tidak senang, silakan tidak usah tanda tangan, kita bertemu di MK saja’” kata Husni.
Prinsip tersebut tidak tepat digunakan dalam pemilu mendatang dan seterusnya oleh para penyelenggara pemilu. Selain itu, tanggung jawab pemilu tidak hanya berada di pundak KPU, tapi juga Bawaslu. KPU akan bertumpu pada rekomendasi Bawaslu sehingga mereka harus berhati-hati memberikan rekomendasi. Sementara dengan MK, Husni menyatakan perlu adanya pemahaman yang sama antara penyelenggara pemilu dan MK agar tidak menimbulkan sumber konflik baru. (Lulu Hanifah/mh)