Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Jabatan Notaris) kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (18/2) di Ruang Sidang MK. Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 5/PUU-XIII/2014 ini dimohonkan oleh Muhammad Thoha.
Dalam perbaikan permohonannya, Pemohon yang hadir tanpa kuasa hukum menjelaskan telah melakukan perbaikan permohonan sesuai dengan saran majelis hakim konstitusi pada sidang sebelumnya. Pemohon mengubah pasal yang diuji. “Semula pengujian Pasal 21 dan Pasal 22 ayat (2), maka Pemohon ubah menjadi ayat (3) UU Jabatan Notaris terhadap Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945,” paparnya.
Selain itu, Thoha mengungkapkan telah mengubah struktur atau isi dari permohonan yang semula mencantumkan tuntutan provisi. “Sesuai dengan nasihat provisi Pemohon hilangkan dan Pemohon mengubah sedikit isi petitum sebagaimana disarankan oleh Majelis Hakim,” ujarnya.
Kemudian, Thoha juga memaparkan penambahan petitum baru dalam permohonannya. Penambahan petitum baru tersebut adalah memberikan tafsir konstitusional terhadap Pasal 21 dan Pasal 22 ayat (3) UU Jabatan Notaris. “Pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi dapat memberikan tafsir konstitusional terhadap penetapan formasi jabatan notaris dalam Pasal 21 dan Pasal 22 ayat (3) tersebut, dengan menyatakan konstitusional bersyarat atau conditionally constitutional dalam pengertian bahwa formasi jabatan notaris beserta persyaratan pengangkatannya berlaku untuk semua warga negara kecuali bagi warga negara yang telah diangkat dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tentang Pengangkatan dan Penunjukan Daerah Kerja sebagai pejabat pembuat akta tanah (PPAT),” paparnya.
Dalam sidang sebelumnya, pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 15 ayat (2) huruf f, Pasal 21 juncto Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Jabatan Notaris menjelaskan “Notaris berwenang pula: f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan”. Sedangkan Pasal 21 UU Jabatan Notaris menyebutkan “Menteri berwenang menentukan Formasi Jabatan Notaris pada daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dengan mempertimbangkan usul dari Organisasi Notaris. Sementara Pasal 22 menyatakan “Ketentuan lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri”.
Thoha menjelaskan dirinya telah dinyatakan lulus ujian seleksi pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Tahun 2012 berdasarkan Keputusan Badan Pertanahan Nasional Nomor 912/KEP-17.3/XI/2013 tanggal 20 November 2013. Akan tetapi ketika pengajuan permohonan pengangkatan pejabat umum notaris yang diajukannya justru ditolak secara langsung oleh Customer Service Officer Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan alasan formasi terbatas. Padahal, menurut Pemohon, dalam Pasal 3 UU a quo tidak menyebutkan bahwa formasi jabatan Notaris merupakan persyaratan mutlak dan utama untuk dapat atau tidaknya seseorang diangkat sebagai Notaris. (Lulu Anjarsari/mh)