Mahkamah Konstitusi menerima kunjungan dari sejumlah dosen dan mahasiswa Sekolah Tinggi Kejuruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Moral Pancasila Garut, Jawa Barat di aula lantai dasar MK, Jakarta, Selasa (11/2/2014). Kedatangan mereka disambut oleh peneliti MK, Fajar Laksono Soeroso.
Dalam kesempatan tersebut, Fajar memaparkan bahwa kini MK tengah mengalami krisis kepercayaan pasca ditangkapnya Ketua MK saat itu, Akil Mochtar. Diakui Fajar, untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada MK adalah pekerjaan besar MK. Salah satu yang dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan pada publik dengan membentuk Dewan Etik Mahkamah Konstitusi.
“Intinya, kita membentuk dewan etik untuk menjaga etika dan perilaku hakim. Kalau kita tidak melanggar etik, maka pasti tidak akan melanggar hukum. Kita bentuk dewan etik untuk menjaga perilaku hakim, bukan mengawasi,” ujar Fajar.
Selain itu, MK pun menjaga kualitas putusan dan menjaga pelayanan MK yang memang sudah baik. Sebelum peristiwa kemarin, pelayanan MK memang dianggap sudah sangat bagus. Bahkan MK Republik Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh MK terbaik di dunia. Indikatornya, MK RI mampu mengukuti perkembangan konstitusi dan hukum di negaranya.
Pentingnya MK
Fajar juga menjelaskan eksistensi MK saat ini dipandang sangat penting dalam bernegara. Landasan pembentukan MK adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan hukum tertinggi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. “UUD 1945 ada di puncak hierarki sebuah negara hukum. Hukum berjenjang dan berpuncak pada konstitusi. Harus dijaga dan ditegakkan karena itu kesepakatan tertinggi kita,” jelasnya.
Sehingga, untuk menjamin UUD 1945 ditegakkan, perlu penjaga dan pengawal, yakni MK dengan para hakim konstitusinya. Dalam konteks negara hukum, MK perlu untuk menegakkan konstitusi. Gagasan tentang ide pembentukan lembaga ini bermula dari usulan Hans Kelsen, seorang ahli hukum tatanegara terkenal. Ketika itu Kelsen diangkat menjadi penasihat ahli dalam rangka ide perancangan konstitusi baru Austria pada tahun 1919. “Dialah yang mengusulkan dibentuknya lembaga ini yang kemudian dinamakan Mahkamah Konstitusi yang secara resmi dibentuk dengan undang-undang pada tahun 1920,” papar Fajar.
Menurut Kelsen, perlu adanya suatu lembaga negara yang diberi tugas khusus untuk mengawal konstitusi dan menjamin untuk dilaksanakan. Lembaga tersebut adalah constitutional court, satu lembaga negara yang terpisah dari Mahkamah Agung. Gagasan itu berkembang hampir ke seluruh negara di dunia. Walaupun sampai saat ini masih ada beberapa negara yang tidak memiliki MK.
Pentingnya MK pun tidak terlepas dari adanya momentum pergeseran dari otoritarianisme. Perubahan konstitusi merupakan imbas atau proses yang menyertai adanya reformasi politik. Reformasi politik tersebut meniscayakan munculnya reformasi konstitusi karena konstitusi adalah hukum tertinggi.
MK muncul sebagai paket dalam amandemen konstitusi. Hal tersebut ikut mengilhami pendirian MK di Indonesia. Adanya kebobrokan pemerintahan era orde baru disebabkan konstitusi yang dinilai banyak memiliki kelemahan dan celah. “Misalnya, saat zaman orde baru, dalam UUD 1945 ada ketentuan soal presiden, yaitu dikatakan presiden dapat dipilih kembali. Implikasinya, Presiden Soeharto terus menerus dipilih tanpa batas waktu kepemimpinan,” tandasnya. (Lulu Hanifah/mh)