Dengan terbentuknya Mahkamah Konstitusi (MK), Indonesia telah menerapkan prinsip supremasi konstitusi dalam upaya mewujudkan gagasan negara hukum yang demokratis. Demikian dikatakan oleh I Dewa Gede Palguna, mantan hakim konstitusi periode 2003-2008, yang membawakan materi “Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia”, sesi ketiga kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 2014 bagi Partai Bulan Bintang (PBB), di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi MK, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Rabu (05/02/2013).
Dikatakan oleh Palguna dalam paparannya, Pasal II Aturan Tambahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal. Berdasar hal ini sebenarnya yang dikawal oleh MK bukan hanya Pasal-pasal dalam UUD 1945, melainkan juga Pembukaannya. Selanjutnya, karena dalam Pembukaan UUD terdapat dasar negara Pancasila, maka Pancasila dapat dijadikan batu uji dalam pengujian Undang-Undang (UU). “Dengan kata lain MK tidak hanya mengawal UUD 1945 tetapi juga mengawal dasar negara Pancasila,” kata mantan Anggota Panitia Ad Hoc I Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu.
Palguna mengatakan bahwa Pembukaan UUD kita memiliki posisi yang unik. Menurutnya ada dua corak sifat dari pembukaan suatu konstitusi. Corak sifat pertama adalah deklaratur yang berisi masalah-masalah atau prinsip-prinsip hukum. Kemudian corak kedua adalah pembukaan adalah programatik, dimana dalam pembukaan ditentukan arah dan tujuan negara. “Pembukaan UUD kita termasuk kategori ini,” jelasnya.
Menjawab pertanyaan peserta tentang ketidakaktifan MK dalam melakukan pengujian UU meski banyak UU yang bertentangan dengan konstitusi, Palguna menegaskan bahwa MK sebagai lembaga peradilan sifatnya pasif dan hanya aktif jika ada permohonan dari masyarakat. Selain itu menurutnya, banyaknya UU yang bertentangan dengan UUD karena badan legislasi (baleg) juga terdiri dari anggota dewan yang tidak memahami hukum dan perundang-undangan.
Sementara terhadap munculnya isi pasal yang pernah dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dalam UU lain, Palguna mengatakan, seharusnya substansi suatu pasal yang pernah dinyatakan oleh MK bertentangan dengan konstitusi, juga berlaku terhadap pasal lain yang memiliki substansi yang sama. (Ilham/mh)