Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, sudah diatur bahwa perubahan atas peraturan Dana Pensiun tidak boleh mengurangi manfaat pensiun yang menjadi hak peserta. Namun, tidak ada aturan tegas mengenai hukuman bagi penyelenggara pensiun yang melanggar UU itu.
Hal tersebut disampaikan oleh Harris Simanjuntak sebagai pemohon atas gugatan UU Dana Pensiun. Pada sidang pendahuluan pengujian UU tersebut, Harris mengajukan uji materi untuk sejumlah pasal, yakni Pasal 9, Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 31 ayat (1), Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 55 UU Dana Pensiun ke Mahkamah Konstitusi.
Pasal 9 UU Dana Pensiun menyebutkan “Perubahan atas peraturan Dana Pensiun tidak boleh mengurangi manfaat pensiun yang menjadi hak peserta yang diperoleh selama kepesertaannya sampai pada saat pengesahan Menteri”.
Sebagai karyawan PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Harris yang akan pensiun pada Agustus 2014 ini mengaku hak konstitusionalnya dirugikan lantaran tidak adanya aturan tegas mengenai hukuman bagi penyelenggara yang melanggar UU tentang Dana Pensiun. Padahal, menurutnya PT DI membayarkan hak pensiun bukan berdasarkan aturan UU, tapi berdasarkan aturan sendiri. Hal tersebut, imbuhnya, telah dialami oleh rekan-rekannya yang telah pensiun dan telah mengurangi hak mereka.
“Acuan dana pensiun dibayarkan sesuai gaji pokok yang mengacu pada gaji pokok saat masuk kerja. Padahal gaji pokok saat akan pensiun tentu sudah naik,” jelas Harris tanpa didampingi kuasa hukum di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, Jakarta, Rabu (5/2).
Selain mengajukan ke MK, Harris pun telah mengajukan gugatan atas peraturan di bawah UU terkait dana pensiun ke Pengadilan Negeri Bandung.
Perbaiki Permohonan
Majelis panel yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman dengan anggota Arief Hidayat dan Muhammad Alim menyarankan Pemohon menulis ulang permohonannya. Pasalnya, format penyusunan permohonan masih belum tepat.
Ketua majelis panel Anwar Usman menyatakan kasus yang dimohonkan merupakan kasus konkrit. Sementara kewenangan MK adalah menilai sebuah pasal, norma, ayat, atau frasa yang bertentangan dengan konstitusi. Sehingga, kasus konkrit yang dipaparnya sebenarnya hanya menjadi pintu masuk.
Sedangkan Hakim Konstitusi Muhammad Alim mengingatkan pada Pemohon untuk kembali meninjau ulang pasal-pasal yang akan diujikan. Pemohon dinilai belum mengerti maksud pengujian UU.
“Di antaranya anda menguji Pasal 9, kalau ini dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 lalu apa pegangan Saudara? Padahal anda bilang agar pensiun dilaksanakan sesuai pasal ini. Saudara mau ini diterapkan dengan sebaik-baiknya. Kan begitu,” jelasnya.
Sementara Wakil Ketua MK Arief Hidayat meminta Pemohon menguraikan kewenangan Mahkamah. “Tidak hanya pasal-pasalnya, tapi disebutkan dan dikaitkan kenapa Mahkamah berwenang menguji permohonan anda,” katanya.
Selain itu, Pemohon diminta menambahkan kedudukan hukum (legal standing), menguraikan pasal-pasal yang bertentangan dengan UUD 1945 beserta alasannya. Sehingga, dapat meyakinkan hakim untuk memeriksa bahkan mengabulkan permohonannya.
Harris memiliki waktu selambat-lambatnya 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Sidang selanjutnya beragendakan pemeriksaan perbaikan permohonan. (Lulu Hanifah/mh)