Sidang Pengujian Undang-Undang (PUU) Perbendaharaan Negara dan Keuangan Negara memasuki sidang yang kelima pada Selasa (4/2). Pemerintah pada sidang kali ini menghadirkan ahli, salah satunya adalah Ahli Hukum Tata Negara Saldi Isra. Dalam kesempatan kali ini, Saldi menegaskan kewenangan menteri keuangan untuk melakukan pemblokiran anggaran bertujuan untuk mengawal pelaksanaan APBN sesuai prinsip penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik dan bebas dari korupsi.
Lewat fasilitas video conference (Vicon) yang terhubung antara Ruang Sidang Pleno MK dengan FH Universitas Andalas, Saldi Isra menyampaikan keterangannya terkait dalil Anton Ali Abbas dan Aan Eko Widiarto yang menyatakan pembintangan APBN oleh Menteri Keuangan merupakan tindakan inkonstitusional. Terhadap dalil Pemohon tersebut, terlebih dulu Saldi menerangkan APBN memiliki status yang sama dengan undang-undang lainnya. Namun, Rancangan APBN hanya dapat diajukan oleh Pemerintah yang mengerti benar item-item apa saja yang dibutuhkan dalam APBN mendatang. RAPBN yang diajukan oleh Pemerintah kemudian dibahas oleh DPR. Dalam konsteks tersebut, DPR hanyalah menyetujui RAPBN dan memberikan panduan mengenai arah pendapatan serta penggunaan uang negara. “Fungsi anggaran DPR hanya sampai memberikan persetujuan RAPBN. Kewenangan DPR dalam fungsi anggaran hanya sampai memeriksa anggaran yang diajukan Pemerintah telah sesuai atau tidak dengan kebijakan makro yang ditetapkan,” ujar Saldi.
Sementara itu, Saldi mengatakan Kementerian Keuangan memiliki peran vital dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan negara. Sebab, menteri keuangan selaku pimpinan tertinggi di Kementerian Keuangan bertindak sebagai penerima kuasa dari Presiden selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Saldi pun menegaskan kewenangan menteri keuangan untuk melakukan pemblokiran dimaksudkan agar kondisi keuangan negara terjaga. “Sepanjang pemblokiran dilakukan untuk menjaga fiskal penyelenggaraan negara dan tidak mengakibatkan perubahan pagu belanja kementerian atau lembaga dalam APBN, pemblokiran anggaran tidak dapat digolongkan sebagai upaya perubahan APBN di luar prosedur. Sebab, APBN tetap dapat dijalankan sesuai dengan yang disahkan meskipun pelaksanaannya tergantung kesiapan masing-masing lembaga negara,” papar Saldi.
Selain itu, tindakan pemblokiran oleh menteri keuangan juga tidak bisa dikatakan mengubah APBN bila pemblokiran dilakukan dengan adanya indikasi tindakan nonprosedural yang dilakukan oleh lembaga pengguna anggaran. Dalam kondisi seperti ini pemblokiran semestinya dapat dibenarkan sampai menteri keuangan mendapat konformasi dari lembaga audit negara. “Dengan kata lain pemblokiran anggaran ini menjadi mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh bendahara umum negara (menteri keuangan, red),” tukas Saldi sembari megatakan syarat-syarat untuk melakukan pemblokiran harus didiskusikan bersama demi mendapatkan kepastian hukum bagi pengelolaan dan pelaksanaan APBN sekaligus menghindari penyalahgunaan anggaran.
Sebelum mengakhiri paparannya, Saldi meminta agar MK tidak menyatakan kewenangan menteri keuangan untuk melakukan pemblokiran anggaran sebagai tindakan inkonstitusional. Pasalnya, bila hal itu terjadi akan merusak sistem check and balances dalam pengelolaan keuangan negara. Selain itu, Saldi khawatir tugas menteri keuangan sebagai bendahara umum negara dalam mengawal pelaksanaan APBN sesuai prinsip penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik dan bebas dari korupsi tidak dapat terlaksana dengan baik. (Yusti Nurul Agustin/mh)