Dokter Ajukan Uji Materi Pasal Pidana
Kamis, 30 Januari 2014
| 07:38 WIB
JAKARTA, KOMPAS — Para dokter yang tergabung dalam Dokter Indonesia Bersatu mempersoalkan ketentuan pelaporan dugaan pidana terhadap dokter dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran. Mereka meminta Mahkamah Konstitusi memberikan tafsir terhadap pasal itu sehingga nantinya pengaduan hanya bisa dilakukan jika dokter secara sengaja melakukan tindakan yang diancam pidana atau tindakan kelalaian berat.
Mereka meminta MK menyatakan, suatu tindakan medis bisa dibawa ke ranah pidana jika sudah terbukti terlebih dulu dalam sidang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Permohonan uji materi itu didaftarkan oleh Dokter Indonesia Bersatu (DIB) yang diwakili oleh Eva Sridiana, Agun Sapta Adi, Yadi Permana, dan Irwan Kreshnamurti pada Rabu (29/1). Permohonan itu menyoal Pasal 66 Ayat (3) UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang mengatur tentang hak setiap orang untuk melaporkan dugaan tindak pidana pada pihak berwenang atau mengajukan gugatan perdata ke pengadilan.
Salah satu pemohon, Yadi Permana, menyatakan, permohonan uji materi diajukan agar ada kepastian hukum ketika dokter memberikan layanan kesehatan. Pasal 66 Ayat (3) dinilai memiliki interpretasi yang luas, khususnya mengenai tindakan yang digolongkan sebagai tindak pidana. Hal tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum, sekaligus menyebabkan adanya ketakutan pada dokter dalam memberikan pelayanan medis.
Batasan tindakan
Menurut Yadi, tindakan kedokteran yang dapat dibawa ke ranah hukum seharusnya dibatasi. Ia mengusulkan dua batasan atau kondisi seorang dokter bisa dipidanakan, yaitu melakukan tindakan kedokteran yang mengandung kesengajaan untuk melanggar hukum dan melakukan tindakan yang mengandung kelalaian nyata atau berat. Misalnya, menghentikan suatu kehamilan (tindakan kedokteran yang berakibat pada tindak pidana yang dilakukan secara sengaja) atau tertinggalnya peralatan medis dalam tubuh pasien (kelalaian nyata atau berat).
Di luar dua batasan tersebut, kata Yadi, tidak tepat jika tindakan medis yang dilakukan dokter menjadi obyek ranah pidana.
Akhir November tahun lalu, publik dikejutkan dengan aksi tolak kriminalisasi dokter. Sejumlah dokter dan rumah sakit menggelar aksi sebagai bentuk solidaritas terhadap dihukumnya tiga dokter ahli kandungan, Dewa Ayu Sasiary, Hendry Simanjuntak, dan Hendy Siagian oleh Mahkamah Agung. Tiga hakim agung (Artidjo Alkostar, Dudu Duswara Mahmudin, dan Sofyan Sitompul) menjatuhkan pidana penjara selama 10 bulan setelah mengabulkan kasasi jaksa. MA membatalkan putusan Pengadilan Negeri Manado yang membebaskan Dewa Ayu cs.
Dewa Ayu cs telah mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan MA. Majelis PK masih menangani perkara itu.