Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan pemohon dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Cirebon Tahun 2013 Putaran Kedua yang diajukan oleh Pasangan Calon Kepala Daerah Nomor Urut 6 Raden Sri Heviyana-Rakhmat. Hal ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 6/PHPU.D-XII/2014.
“Pokok Permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tegas Ketua MK Hamdan Zoelva dalam Sidang Pengucapan Putusan, Rabu (29/1) sore, di Ruang Sidang Pleno MK.
Pada intinya MK menyatakan berbagai pelanggaran yang dilakukan, baik oleh Komisi Pemilihan Umum Cirebon (Termohon) maupun Pasangan Calon Terpilih Sunjaya Purwadi-Tasiya Soemadi (Pihak Terkait), sebagaimana didalilkan oleh Pemohon seluruhnya tidak terbukti.
Sebelumnya Pemohon mengungkapkan antara lain bahwa Termohon telah melanggar peraturan perundang-undangan dengan menetapkan waktu pelaksanaan putaran kedua pada tanggal 29 Desember 2013, Termohon dengan sengaja tidak membagikan formulir Model C6.KWK.KPU, Termohon dengan sengaja membiarkan pemilih siluman hanya menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan adanya mobilisasi massa. Sementara itu, Pemohon juga menuding adanya keterlibatan pegawai negeri sipil untuk mendukung Pihak Terkait secara massif dan terstruktur serta adanya kampanye yang memuat isu suku, agama, ras (SARA) yang merugikan Pemohon.
Berkenaan dengan tidak terpenuhinya syarat Pihak Terkait sebagai calon kepala daerah, menurut MK, apabila MK membatalkan Pihak Terkait sebagai pasangan calon dan menetapkan Pemohon sebagai pasangan calon terpilih, dapat mengakibatkan ketidakadilan terhadap pasangan calon lainnya yang telah mengikuti Pemilukada Cirebon Putaran Pertama. Karena dengan demikian, semua pasangan calon yang mengikuti Pemilukada Kabupaten Cirebon putaran pertama, selain Pihak Terkait, seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk maju ke putaran kedua atau justru berkesempatan memenangkan secara langsung Pemilukada Kabupaten Cirebon Tahun 2013 pada putaran pertama.
“Dengan demikian sangatlah tidak adil apabila kemudian Mahkamah memerintahkan agar Termohon membatalkan Pihak Terkait sebagai peserta Pemilukada Kabupaten Cirebon Tahun 2013 pada pemilihan putaran kedua dan langsung menetapkan Pemohon sebagai pasangan calon terpilih,” ungkap Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.
Di samping itu, lanjut Maria, MK tidak menemukan adanya bukti bahwa Termohon telah dengan sengaja meloloskan Sunjaya Purwadi sebagai calon bupati, dan tidak ada bukti pula bahwa Termohon telah bertindak tidak hati-hati dalam menentukan pasangan calon bupati dan calon wakil bupati yang memenuhi syarat. “Menurut Mahkamah, dalil Pemohon mengenai tidak terpenuhinya syarat Pihak Terkait sebagai pasangan calon peserta Pemilu tidak beralasan menurut hukum,” tuturnya.
Walaupun demikian, kata Maria, MK perlu menegaskan bahwa putusan ini tidak berarti menutup segala proses hukum terhadap segala jenis dugaan pelanggaran pidana yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilukada Kabupaten Cirebon Tahun 2013. “Segala bentuk tindak pidana tetap dapat dilanjutkan, yang menjadi kewenangan peradilan umum,” tegasnya.
Seharusnya Didiskualifikasi
Dalam putusan ini, Hakim Konstitusi Muhammad Alim mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion). Seharusnya, kata Alim, MK mendiskualifikasi calon Bupati Kabupaten Cirebon terpilih, Sunjaya Purwadi.
Pada prinsipnya, menurut Alim, Sunjaya Purwadi tidak memenuhi syarat sebagai calon bupati sebagaimana diatur dalam Pasal 58 huruf f Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal ini menyatakan, “Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat: ... f. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.”
Sebelumnya, berdasarkan putusan Mahkamah Militer II Jakarta Nomor 31-K/PMT-II/AD/VII/2012, bertanggal 23 November 2012, yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Sunjaya Purwadi dijatuhi pidana penjara selama tiga bulan dengan masa percobaan enam bulan, karena melakukan tindak pidana menggunakan surat palsu (eks Pasal 263 ayat (2) KUHP) yang diancam dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun. (Dodi/mh)