Menggunakan fasilitas video conference (Vicon), Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang kedua Perkara Pengujian Undang-Undang Perpajakan yang dimohonkan oleh Jansen Butarbutar mewakili Koperasi Serba Usaha Subur di Medan, Rabu (29/1). Dalam sidang kali ini Jansen menyampaikan telah melakukan penambahan dalam permohonannya.
Jansen mengatakan ia telah melengkapi permohonan sebelumnya. “Permohonan pertama saya kemudian saya lengkapi lagi,” ujar Jansen yang pada kesempatan itu juga menyampaikan tambahan bukti tertulis sehingga berjumlah sebelas bukti.
Hakim Konstitusi Harjono yang memimpin sidang kali ini pun menerima perbaikan permohonan yang diajukan Jansen dan akan membawanya ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). “Karena perbaikan sudah diterima dan Anda menganggap bahwa perbaikan ini sudah sesuai dengan nasihat yang diberikan kepada Anda, maka pemeriksaan pendahuluan ini kita anggap cukup. Dan proses berikutnya Anda menunggu dari Mahkamah Konstitusi karena kita akan melaporkan kepada Rapat Permusyawaratan Hakim yang delapan orang itu,” ujar Harjono sebelum menutup sidang yang berlangsung sangat singkat itu.
Pada sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar Kamis (16/1) lalu, Jansen mengatakan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasa 7 UU Perpajakan. Pasal 7 UU Perpajakan menyatakan, “Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat(3), dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah)”.
Jansen selaku Pemohon menjelaskan KSU Subur Provinsi Sumatera Utara tidak dapat mengajukan permohonan fiskal pajak untuk keperluan permohonan rekanan kepada Perusahaan BUMN dikarenakan KPP Medan Kota tidak berkenan mengeluarkan pembaharuan Surat Keterangan Fiskal dengan alasan KSU Subur Propinsi Sumatera Utara masih memiliki tunggakan denda sanksi administrasi PPh badan dan PPh. Dalam hal ini, lanjut Jansen, KSU Subur Propsu tidak mengetahui adanya tunggakan tersebut karena KSU Subur Provinsi Sumatera Utara tidak pernah menerima surat pemberitahuan keterlambatan adanya hutang pajak tersebut. Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak.
“Saat itu, saya sempat mengalami sakit jantung dan dioperasi di Jakarta, kemudian ketika saya kembali ke Medan dan akan mengurus fiskal, namun tidak bisa karena ada utang pajak. Saya tanya kenapa tidak diberitahu, dijawab karena sekarang bisa diakses melalui internet,” ujarnya.
Menurut Pemohon, tujuan aturan perpajakan dibuat bukan semata-mata untuk keperluan budgeting akan tetapi harus ada rasa keadilan demi peningkatan pelayanan kepada wajib pajak selaku warga negara yang taat akan pajak sebagaimana dijamin dalam Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (4), dan Pasal 28J ayat (1) UUD 1945. (Yusti Nurul Agustin/mh)