Masuknya wilayah sejumlah distrik dari Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari ke dalam daerah pemekaran baru, Kabupaten Tambraw, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU Nomor 56 tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Tambraw di Provinsi Papua Barat kembali dipersoalkan.
Apabila sebelumnya dalam perkara nomor 105/PUU-XI/2013, empat Kepala Suku Besar Arfak Kabupaten Manokwari dan Bupati Manokwari mepersoalkan masuknya Distrik Amberbaken, Distrik Kebar, Distrik Senopi, dan Distrik Mubrani, Kabupaten Manokwari ke dalam wilayah Kabupaten Tambraw, maka dalam perkara nomor 4/PUU-XII/2014 yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Muhammad Alim, Selasa (28/01/2014) ini, 14 orang tokoh adat Suku Moi dan Bupati Kabupaten Sorong, Stepanus Malak, mempersoalkan masuknya Distrik Moraid, Kabupaten Sorong, yang merupakan wilayah Suku Moi ke dalam wilayah pemekaran, Kabupaten Tambraw.
Menurut Sattu Pali, yang menjadi kuasa hukum Para Pemohon, sejak Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan dalam perkara 127/PUU-VII/2009, pengujian UU Pembentukan Kabupaten Tambraw, yang diajukan oleh lima orang yang mengaku-aku sebagai tokoh masyarakat adat, Kepala Distrik Moraid bersama masyarakat menyatakan menolak untuk bergabung dengan Kabupaten Tambraw.
Lebih lanjut Sattu Pali menjelaskan, masyarakat Suku Moi yang memiliki bahasa dan tatanan adat yang berbeda dengan suku-suku lain di Kabupaten Tambraw mengalami diskriminasi, sama seperti yang dialami oleh Suku Besar Arfak yang juga terpaksa bergabung dalam wilayah Kabupaten Tambraw. Sattu Pali menerangkan, sejak dipisahkan dari kabupaten induk, daerah Kabupaten Tambraw selalu bergejolak akibat adanya perbedaan dan diskriminasi yang dialami oleh Suku Moi dan suku lain yang tidak berasal dari suku asal Kabupaten Tambraw. Menurutnya, pembentukkan UU Pembentukan Kabupaten Tambraw tidak pernah memerhatikan aspirasi masyarakat Suku Moi dan tidak pernah meminta pendapat dari anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Papua barat.
Selain mengemukakan argumentasi pengakuan masyarakat hukum adat yang dijamin oleh konstitusi, Para Pemohon melalui kuasa hukumnya juga mempersoalkan jarak tempuh yang harus dilalui warga Distrik Moraid ke Ibukota Kabupaten Tambraw yang dinilai lebih jauh jika dibanding dengan jarak tempuh ke Ibukota Kabupaten Sorong. Sattu Pali mengungkapkan, hingga saat ini warga Distrik Moraid lebih memilih mengurus administrasi pemerintahan ke Kabupaten Sorong.
Selanjutnya Sattu Pali juga mengungkapkan bahwa putusan MK dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Sorong dan Kabupaten Tambraw, yang mengakui penolakan warga Distrik Moraid dalam Pemilukada Kabupaten Tambraw dan di lain pihak ikut serta dalam Pemilukada Kabupaten Sorong.
Dengan berbagai argumentasi tersebut, Sattu Pali meminta kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk mengabulkan permohonan Para Pemohon, dan mengembalikan Distrik Moraid ke dalam wilayah Kabupaten Sorong.
Nasihat Hakim
Terhadap permohonan tersebut, Wakil Ketua MK Arief Hidayat, anggota Panel Hakim Konstitusi dalam sidang pendahuluan ini memberikan nasihat agar Pemohon mengaitkan permohonannya dengan perkara 127/PUU-VII/2009 dan memberikan penegasan hal apa saja yang berbeda dengan permohonan terdahulu. Menurut Arief, jika hal ini tidak dilakukan maka permohonan para pemohon kali ini akan menjadi bermasalah. Arief juga meminta agar Pemohon dapat mempelajari perkara 105/PUU-VII/2013 dalam perkara yang sama. (Ilham/mh)