Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi hadir sebagai narasumber acara Pendidikan dan Pelatihan Penyelesaian Perkara Hasil Pemilu Legislatif 2004 yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK) bagi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Jumat (24/1) pagi di Cisarua. Materi yang diangkat adalah “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi dalam Perselisihan Hasil Pemilu”.
“Substansi pemilu sebenarnya kontestasi, bagaimana berebut suara publik, suara masyarakat. Bagaimana berkontes, hal itu diatur oleh hukum materil. Tapi karena kontes itu melibatkan soal tertentu, diperolehnya sebanyak-banyaknya suara, sebagai peserta kontes tidak sendiri, maka terjadilah apa yang disebut sengketa,” urai Fadlil Sumadi.
Terkait sengketa, lanjut Fadlil, yang paling mendasar merupakan soal para pihak itu sendiri. Sesuai prinsip negara hukum, lalu harus disediakan satu forum untuk menyelesaikan suatu sengketa.
“Penyelesaian sengketa yang dianggap paling cocok dengan manusia berbudaya adalah penyelesaian sengketa melalui mekanisme hukum,” kata Fadlil.
Mekanisme hukum memungkinkan pihak-pihak bersengketa berdamai. Bahwa sebuah sengketa harus selesai, agar keadaannya pulih seperti sediakala. Dalam teori hukum, hal itu disebut dengan istilah restitution in integrum yaitu mengembalikan suatu keadaan sebagaimana mestinya.
“Mengapa harus dikembalikan kepada keadaan sebagaimana mestinya? Karena masyarakat itu damai, tertib, memungkinkan mereka dapat beribadah kepada Tuhan dengan tenang. Kedamaian, ketertiban, keadilan merupakan prasyarat yang tidak boleh tidak. Oleh karena itu, sengketa tidak boleh berlarut-larut,” papar Fadlil.
“Negara punya kepentingan untuk segera menyelesaikan sengketa. Apalagi sengketa kenegaraan, ujungnya bisa perang yang tak kunjung selesai,” tambah Fadlil kepada para hadirin.
Lebih lanjut Fadlil menerangkan, Mahkamah Konstitusi adalah organ dari negara yang dibangun untuk menjadi pihak ketiga yang menyelenggarakan forum supaya setiap warga negara yang bersengketa dapat selesai.
“Kalau ada pihak yang memusuhi MK karena kalah berperkara, saya sering bertanya kepada pihak tersebut, sebenarnya yang membuat Anda kalah itu siapa? Mereka selalu menjawab, hakim konstitusi. Saya katakan, itu tidak benar. Kalah menangnya pihak berperkara tergantung pihak itu sendiri menyiapkan alat bukti. Oleh karena itu, pandai-pandailah mengumpulkan bukti-bukti yang nantinya menjadi dasar hakim dalam memutus perkara,” jelas Fadlil.
Mengenai alat bukti pihak yang berperkara di Mahkamah Konsitusi, dapat berupa surat atau tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan para pihak, petunjuk, serta alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. (Nano Tresna Arfana/mh)