Pemohon Pengujian Undang-Undang Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara yakni Anton Ali Abbas dan Aan Eko Widiarto menghadirkan saksi dan ahli dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, Rabu (22/1). Saksi dan ahli yang dihadirkan Para Pemohon pada persidangan kali ini menegaskan praktik pembintangan anggaran oleh Menteri Keuangan merupakan tindakan yang merugikan masyarakat.
Sesuai dengan pengalamannya, Lili mengatakan pembintangan anggaran oleh Menteri Keuangan setelah ditetapkan sebagai UU lewat sidang paripurna DPR-RI sangat merugikan masyarakat. Lili pun menceritakan pengalamannya pernah mengalami pembintangan/pemblokiran anggaran oleh Menteri Keuangan saat berada di Komisi I DPR yang salah satunya membidangi urusan TNI dan pertahanan. Saat itu, Menteri Keuangan memblokir anggaran untuk optimalisasi Kementerian Pertahanan sebanyak 678 miliar rupiah lebih.
Menurut Lili, kejadian saat itu sangat merugikan masyarakat terutama merugikan kinerja pemerintah, dalam hal ini di bidang pertahanan. Pasalnya, saat itu yang diajukan dalam anggaran sebesar 678 milar rupiah itu untuk membeli alat-alat kapal selam yang sangat minim dimiliki oleh Indonesia.
“Saat itu Komisi I meminta pada Menteri Keuangan untuk mencabut bintangnya. Kemudian jawaban Menteri Keuangan adalah dia tidak akan mencabut sebelum surat permintaan dari atau surat pemberitahuan Sekretaris Kabinet ini diacabut. Pada waktu itu saya berpikir bahwa sebuah institusi yang hanya dibentuk berdasarkan Perpres yaitu Sekretaris Kabinet bisa melakukan tindakan untuk memblokir atau menghalang-halangi pencairan anggaran yang sudah disepakati bersama oleh DPR dan pemerintah pada sebuah Rapat Paripurna. Dan ini bagi saya mengacu kepada permohonannya Para Pemohon inimemang sangat relevan (untuk dibatalkan, red) karena sangat mengganggu kelancaran dan kinerja dari Pemerintahan Republik Indonesia,” jelas wanita yang akrab disapa Lili Wahid itu.
Hal serupa disampaikan pakar politik, Indria Samego yang mengatakan, suatu hal yang sudah diputus DPR merupakan pilihan rakyat. Pasalnya, DPR adalah wakil rakyat, bukan wakil partai sehingga dalam tataran normatif DPR harus diperlakukan sebagai lembaga yang memiliki otoritas melakukan check and balance. Dengan kata lain, tidak boleh ada satu rupiah pun yang dicairkan di luar pengawasan DPR. Dengan kata lain, selain menghargai keputusan DPR, menteri keuangan tidak berwenang untuk menolak.
Sama seperti Lili, Samego pun memaparkan fakta-fakta terkait pembintangan anggaran oleh menteri keuangan pada anggaran yang dialokasikan antara bagi TNI dan BIN. “ Jadi menurut saya, marilah kita melihat di dalam perspektif yang proporsional. Pertama, memajukan demokrasi dan yang kedua, mendorong agar setiap Banggar anggaran-anggaran itu dikaitkan, dilihat secara kritis proporsional,” ujar Samego.
Sedangkan pakar hukum Zainal Arifin Mochtar yang juga dihadirkan sebagai ahli oleh Pemohon mengingatkan agar praktik pemblokiran atau perbintangan harus berdasar pada landasan adminitratif semata dalam melaksanakan Undang-Undang APBN, bukan berdasar hal-hal yang substatif sehingga seakan-akan mengubah hasil pembahasan bersama serta persetujuan bersama presiden dan DPR serta pertimbangan DPD yang dituangkan dalam Undang-Undang APBN. Pemblokiran pun sebaiknya tidak boleh terjadi hanya dikarenakan persoalan surat-menyurat internal Pemerintah. Bila nantinya ditemukan ditemukan hal yang sangat substantive sebagai dasar untuk memblokir anggaran, maka hal itu harus melalui proses dan mekanisme perubahan Undang-Undang APBN atau APBN-P. (Yusti Nurul Agustin/mh)