Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengatakan, masyarakat sudah sepakat negara Indonesia sebagai negara demokratis dan negara hukum.
“Tiang dari negara demokrasi itu yang utama adalah partai politik,” ujar Arief dalam acara pembukaan Pendidikan dan Pelatihan Penyelesaian Perkara Hasil Pemilu Legislatif 2014 bagi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada Rabu (22/1) sore di Gedung Pusat Pendidikan Konstitusi dan Pancasila, Cisarua.
Dikatakan Arief, keberadaan partai politik tidak bisa dinegasikan bahwa partai politik secara sah diatur dalam konstitusi.
“Sampai hari ini masyarakat kita masih merasakan demokrasi itu seolah-olah satu proses, satu sistem yang sekaligus tujuan. Padahal tujuan negara kita seperti yang tercantum dalam alinea ke-4 pembukaan UUD 1945,” jelas Arief dalam acara yang juga dihadiri oleh Wakil Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa dan Kepala Pusdik Konstitusi dan Pancasila Noor Sidharta.
Arief menjelaskan, demokrasi dan partai politik adalah sarana yang dipilih bersama-sama bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan bersama yang ditentukan dalam konstitusi, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
“Tetapi sekarang seolah-olah masyarakat beranggapan bahwa tujuan itu adalah berpartai politik. Padahal itu hanya sarana, wahana yang kita gunakan bersama-sama untuk mencapai tujuan-tujuan yang luhur yang sudah ditentukan dalam konstitusi,” ungkap Arief.
Dalam sarana-sarana yang sudah dipilih bangsa Indonesia, sampai hari ini sudah dibangun strukturnya. Salah satu strukturnya adalah partai politik, yang untuk selanjutnya berkompetisi untuk mengisi supra struktur politik.
“Berkompetisi dengan asas yang ‘luber’ dan ‘jurdil’. Kalau ada sengketa diselesaikan melalui sarana hukum,” imbuh Arief.
Hal lain, lanjut Arief, bangsa Indonesia sudah mampu membangun substansi hukum. Kalau membandingkan substansi hukum dari awal kemerdekaan sampai sekarang, substansi hukum yang demokratis yang menyediakan sarana untuk berkompetisi, sudah sangat baik.
“Namun ada hal berikut yang tidak boleh dilupakan, yaitu unsur budaya hukum itulah yang sekarang belum dicermati, dihayati oleh kita semua. Budaya hukum yang mendukung struktur yang demokratis dan substansi hukum yang demokratis. Budaya hukumnya, dalam berkompetisi kita akan siap kalah dan siap menang,” urai Arief.
“Tidak berkonflik, tidak mencuri suara antarpartai politik, juga di internal partai politik apalagi. Itu pesan yang membangun budaya yang demokratis dan fair play,” kata Arief kepada para hadirin.
Arief menyayangkan, budaya hukum semacam itu belum tercermin dalam pemilukada di Indonesia.
“Budaya yang menerima kompetisi itu, permainan itu harus dilandasi siap menang dan siap kalah dalam berkompetisi,” tandas Arief. (Nano Tresna Arfana/mh)