Permohonan Yusril Ihza Mahendra akhirnya disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi, Selasa (21/1). Dalam paparannya, Yusril meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan tafsir konstitusional norma yang terkait dengan syarat dan waktu partai politik yang dapat mengajukan calon presiden pada Pemilu presiden dan wakil presiden.
Capres dari Partai Bulan Bintang (PBB) ini mengajukan Pengujian Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur pelaksanaan pemungutan suara Pilpres setelah pelaksanaan Pileg. Selain itu, ia juga mengujikan syarat pasangan calon Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR.
Dalam persidangan, hadir tanpa didampingi satu pun kuasa hukum Yusril menyampaikan argumentasi permohonan pengujian Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 UU Pemilu Presiden dan Wapres. Yusril mengatakan bahwa ia telah dicalonkan oleh PBB untuk menjadi calon Presiden Republik Indonesia dalam Pemilu 2014. Dalam memutuskan pencalonan tersebut, lanjut Yusril, PBB telah menimbang dengan seksama bahwa Yusril memenuhi seluruh syarat pencalonan untuk menjadi presiden.
Yang menjadi masalah bagi Yusril dan partainya, Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 dinyatakan pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden harus dilaksanakan sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Menurut Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 memang menyatakan, “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum” Namun, Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 tidak secara jelas menunjukkan Pemilu manakah yang dimaksud.
Yusril beranggapan, Pemilu yang dimaksud adalah Pemilu Legislatif. Hal itu terlihat dari bunyi Pasal 22I UUD 1945 yang menyatakan Pemilu dilaksanakan secara luber-jurdil setiap lima tahun sekali yang diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden yang pesertanya adalah partai politik.
“Dengan demikian, jelas bahwa pengusulan calon presiden dan wakil presiden harus dilakukan sebelum pelaksanaan Pemilu DPR dan DPRD yang diikuti oleh partai politik sebagai pesertanya. Tidak mungkin pencalonan itu sebelum pemilihan umum presiden yang pesertanya adalah perorangan calon presiden dan wakil presiden juga tidak mungkin dilakukan sebelum pemilihan anggota DPD yang calonnya adalah calon perorangan calon anggota DPD,” ujar Yusril berargumen di hadapan panel hakim yang diketuai oleh Hakim Ahmad Fadlil Sumadi.
Namun, hak Yusril selaku calon presiden yang diusung PBB menjadi terhalang akibat ketentuan dalam Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 UU No. 48 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pasal-pasal tersebut menentukan Pilpres dilaksanakan setelah Pileg, pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi sedikitnya 20 persen sebelum pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden, masa pendaftaran paling lama 7 hari sejak penetapan secara nasional, sedangkan hasil pemilu anggota DPR dan pemungutan suara Pemilu presiden dan wakil presiden dilaksanakan paling lama 3 bulan setelah hasil pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Karena itulah, dalam petitumnya Yusril meminta MK untuk memberikan tafsir konstitusional terhadap maksud Pasal 22E ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945 terkait makna Pemilu di dalamnya. Yusril meminta Pemilu di dalam pasal-pasal tersebut ditafsirkan sebagai Pemilu yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali untuk memilih anggota-anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, serta DPRD yang pelaksanaannya dilakukan serempak dalam waktu bersamaan. Dengan begitu, tanpa harus memenuhi syarat perolehan kursi minimal 20 persen, PBB dapat tetap mencalonkan Yusril untuk menjadi calon presiden pada Pilpres 2014. “Empat, menyatakan bahwa maksud Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah bahwa setiap partai politik yang telah dinyatakan sebagai peserta pemilihan umum adalah berhak untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden sebelum pelaksanaan pemilihan umum yang diikuti oleh partai politik yakni pemilihan umum DPR dan DPRD,” tukas Yusril membacakan petitum permohonannya. (Yusti Nurul Agustin/mh)