Peneliti Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menerima kunjungan yang dilakukan oleh para mahasiswa Program Pertukaran Pelajar antara University of Malaya dengan Universitas Pancasila di Ruang Konferensi, Lantai 4, Gedung MK, Senin (20/1). Sebanyak kurang lebih dua puluh mahasiswa melakukan tatapmuka dengan Fajar sekaligus berdiskusi seputar MK di Indonesia dan kewenangannya.
Mengawali paparannya, Fajar mengatakan bahwa MK merupakan salah satu lembaga peradilan di Indonesia. Berbeda dengan Mahkamah Agung (MA) yang memiliki jenjang kekuasaan kehakiman, MK hanya berpusat di Jakarta dan tidak memiliki perwakilan di daerah. Meski memiliki kewenangan dan fungsi yang berbeda, MK dan MA adalah lembaga yang sama kedudukannya. Sebab, pembagian lembaga di Indonesia tidak lagi dibedakan atas hierarki kekuasaan melainkan hanya dibedakan berdasar fungsinya.
Selanjutnya, Fajar menyampaikan alasan pembentukan MK di Indonesia. Ia mengatakan, sebelum reformasi, undang-undang merupakan produk politik murni. Terbentuknya undang-undang hanya berdasarkan proses-proses politik di DPR. Saat itu, meski undang-undang yang terbentuk merugikan masyarakat, tidak ada mekanisme yang dapat membatalkan atau mengoreksi undang-undang. “Saat itu, undang-undang mau diuji juga tidak bisa karena belum ada lembaganya seperti sekarang ini,” jelas Fajar.
Lebih lanjut Fajar mengatakan, kehadiran MK juga dibutuhkan untuk mengadili presiden dan/atau wakil presiden yang dituding telah melakukan suatu pelanggaran serius. Bila sebelumnya presiden dan/atau wakil presiden di Indonesia sering digulingkan tanpa proses peradilan, setelah adanya MK hal itu tidak bisa dilakukan. “Jadi sekarang tidak bisa diselesaikan secara politis saja. Kita membutuhkan MK untuk mengadili presiden atau wakil presiden yang diduga melakukan pelanggaran berat sebelum nanti hasilnya dikembalikan ke parlemen,” papar Fajar.
Hal serupa juga terjadi pada pembubaran partai politik. Sebelum adanya MK, pemerintah dapat membubarkan suatu partai politik dengan alasan ketidaksukaan atau memiliki ideology berbeda. Saat ini, MK memiliki kewenangan untuk menyidangkan perkara pembubaran partai politik yang hanya bisa dimohonkan oleh pemerintah. Melalui mekanisme persidangan, partai politik yang terbukti membahayakan negara sajalah yang dapat diputus untuk dibubarkan.
Pada kesempatan itu Fajar juga menyampaikan sifat putusan MK yang final dan mengikat. Ia menjelaskan dengan sifat putusan seperti itu, maka putusan MK berlaku mengikat bagi seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali. Putusan MK pun tidak bisa dibanding ke pengadilan lainnya. Meski setelah MK mengeluarkan suatu putusan kerap tidak dilaksanakan, Fajar mengatakan paling tidak MK sudah menghadirkan kesadaran berkonstitusi masyarakat.
Sebelum menutup paparannya, Fajar menjelaskan aturan baru terkait seleksi hakim Konstitusi. Bila sebelumnya MA, DPR, dan presiden dapat langsung mengajukan calonnya masing-masing, sekarang ketiga lembaga tersebut harus mengusulkan terlebih dulu kepada panel ahli menurut Perpu MK yang disetujui DPR menjadi Undang-Undang. Setelah diseleksi oleh panel ahli barulah calon tersebut dapat menjadi hakim konstitusi. (Yusti Nurul Agustin/mh)