Sebagai bangsa kita patut prihatin karena sejak Pancasila disepakati sebagai dasar negara pada Agustus 1945, kenyataannya sampai saat ini banyak pelanggaran yang terjadi dan masih banyak yang belum mengetahui tentang nilai-nilai Pancasila dalam realita kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal tersebut disampaikan oleh Seto Harianto mengawali materi Bimbingan Teknis bagi Peserta Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) Tahun 2014, di gedung Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Mahkamah Konstitusi, Cisarua, Bogor, Jumat (17/01) malam. Kali ini giliran Partai Amanat Nasional (PAN) menjadi peserta kedelapan dalam acara bimtek yang bertajuk \"Pendidikan dan Pelatihan Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif 2014\".
\"Konsep utama yang terkandung dalam Pancasila sebagai philosofische grondslag (dasar filosofi) yang hakikatnya merupakan konsep utama tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dianggap paling tepat dan paling baik untuk rakyat dan negara Indonesia,\" papar anggota MPR tahun 2004-2009 ini.
Seto juga mengatakan bahwa Pancasila yang dituangkan dalam Pembukaan kemudian dijabarkan dalam pasal pasal batang tubuh UUD dan Pancasila menjadi dasar negara dan menjadi pokok fundamental negara. Dengan demikian, maka peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan dasar negara tersebut.
\"Apakah peraturan pemilihan umum saat ini sudah sesuai dengan Pancasila. Karena banyak sekali yang melanggar dalam pemilihan umum, antara lain adalah suara terbanyak perorangan, sehingga prinsip semua buat semua menjadi prinsip dari dasar falsafah tersebut,\" jelas Seto.
Dalam penyelenggaraan Pemilu yang sesuai dengan Pancasila, Pemilu merupakan perwujudan kedaulatan rakyat yang menerapkan prinsip one man one vote. Namun, dalam kerangka Pancasila, prinsip one man one vote tersebut diselaraskan dengan cita negara kekeluargaan. Oleh karena itu, Pemilu bukan tujuan bernegara, tetapi sarana perwujudan kedaulatan rakyat dalam rangka terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan merata. \"Pemilu bukanlah ajang saling menguntungkan seseorang atau sekelompok orang, atau dikarenakan adanya rasa hutang budi yang berujung merugikan orang banyak dan negara,\" tegasnya.
Mengakhiri kuliahnya, Seto menegaskan bahwa Pancasila adalah demokrasi yang menganut kekeluargaan, bukan menyangkut masalah mayoritas atau minoritas suatu pilihan. Oleh karena itu, kita harus kembali pada demokrasi Pancasila yang tidak mementingkan suatu kalangan, tetapi bisa merangkul semua kalangan masyarakat, baik kalangan mayoritas maupun minoritas. (Panji Erawan/mh)