Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Raden Sri Heviyana-Rakhmat menggugat hasil pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Cirebon ke Mahkamah Konstitusi. Sidang perdana dalam Perkara Nomor 6/PHPU.D-XII/2014 ini digelar pada Kamis (16/1) siang, di Ruang Sidang Pleno MK.
Kuasa hukum Pemohon, Iwan Gunawan, menyatakan bahwa pihaknya mempersoalkan beberapa hal, baik yang terkait administrasi maupun pidana. “Alasan keberatan Pemohon adalah terjadinya pelanggaran admisnistrasi dan pelanggaran pidana yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses pelaksanaan Pemilukada Kabupaten Cirebon pada putaran kedua yang sangat mempengaruhi perolehan hasil suara pasangan calon,” tegasnya.
Salah satu fokus permohonan Pemohon adalah tidak terpenuhinya persyaratan sebagai calon oleh Pasangan Calon Terpilih Sunjaya Purwadi-Tasiya Soemadi (Pihak Terkait dalam perkara ini). “Termohon telah meloloskan Pasangan Calon Nomor Urut 2 yang tidak memenuhi persyaratan sebagai calon kepala daerah,” ungkap Iwan.
Di mana, kata Iwan, Calon Bupati Sunjaya Purwadi merupakan terpidana dalam perkara pemalsuan surat. “Berdasarkan Putusan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Nomor 31 dan seterusnya, tanggal 23 November 2013, telah dinyatakan bersalah dan dihukum,” bebernya.
Dalam putusan tersebut, kata Iwan, Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta menjatuhkan hukuman percobaan selama enam bulan kepada Sunjaya Purwadi. “Karena itu Sunjaya Purwadi termasuk dalam kualifikasi terpidana. Telah terbukti melakukan pidana pemalsuan surat atau menggunakan surat palsu yang menimbulkan kerugian.”
Menurut Iwan, meskipun Sunjaya belum menjalani hukuman penjara, namun ancaman hukuman dari ketentuan yang dilanggar oleh Sunjaya adalah 6 tahun penjara, maka status hukumnya tetap terpidana. “Karena tidak melakukan upaya hukum lainnya. Dengan kata lain Sunjaya Purwadi menerima putusan tersebut sehingga putusan tersebut berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.
Persoalan lainnya, kata Iwan, hingga hari ini Sunjaya Purwadi tidak pernah mempublikasikan di media massa bahwa dirinya pernah dihukum atau membuat pernyataan pernah dipidana di media massa. Hal ini menurutnya telah melanggar beberapa ketentuan yang berlaku termasuk putusan MK dalam beberapa perkara Pemilukada yang diantaranya berujung pada diskualifikasi salah satu pasangan calon kepala daerah.
Selain itu, Pemohon juga mempersoalkan persyaratan pasangan Sunjaya, yakni Calon Wakil Bupati Tasiya Soemadi. Menurutnya, Tasiya Soemadi juga merupakan seorang terpidana. “Calon atas nama Tasiya Soemadi adalah mantan narapidana berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 865 dan seterusnya, tertanggal 14 Januari 2009. Dinyatakan bersalah melanggar Pasal 263 ayat (2) KUHP, dinyatakan melakukan tindak pidana pemalsuan surat dan pemakaian surat palsu yang dapat merugikan yakni dengan cara melakukan pemalsuan ijazah sekolah atau surat tanda tamat belajar SMA/SMU sebagai syarat menjadi Calon Anggota Legislatif Tahun 2004-2009,” beber Iwan.
Oleh karena itu Pemohon berkesimpulan Komisi pemilihan Umum Kabupaten Cirebon (Termohon) telah meloloskan Pasangan Calon Nomor Urut 2 yang tidak memenuhi persyaratan calon sebagai kepala daerah.
Iwan menambahkan bahwa ancaman hukuman Pasal 263 ayat (2) KUHP yang dilanggar tersebut diancam dengan hukuman penjara maksimal 6 tahun. “Jelas dan terang bahwa (Tasiya Soemadi, pen) dihukum selama 6 bulan, sehingga termasuk kualifikasi sebagai terpidana atau mantan narapidana.”
Verifikasi Sudah Sesuai Ketentuan
Sementara itu kuasa hukum Termohon, Memet A. Hakim, telah membantah tudingan Pemohon tersebut. Meskipun menurut Memet pihaknya akan memberikan jawaban tertulis agar lebih jelas, namun yang pasti, dirinya menegaskan bahwa Termohon telah melakukan verifikasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Termohon di dalam menyikapi persyaratan calon juga berpegang pada ketentuan-ketentuan yang ada. Berpegang pada keterangan pengadilan. Berpegang pada instansi yang mengeluarkan surat tersebut. Termasuk ijazah pasangan calon, kami sudah lakukan verifikasi,” urainya. “Standar verifikasi telah dilakukan oleh KPU Kabupaten Cirebon.”
Adapun terhadap dalil-dalil lainnya, seperti pengunduran jadwal pelaksanaan pemungutan suara tahap kedua yang menguntungkan salah satu pasangan calon dan pemilih siluman, menurut Memet juga tidak berdasar.
Menurutnya, pengunduran jadwal atau tahapan pemungutan suara disebabkan oleh anggaran yang belum tersedia. “Alasan pokoknya karena penyelenggaraan putaran kedua itu oleh Termohon hanya mungkin dilakukan oleh Termohon kalau anggarannya ada. Hibah dari Pemerintah Daerah Kab. Cirebon itu baru dilakukan pada 4 Desember 2013. Sehingga Termohon hanya bisa melakukan lelang setelah tanggal tersebut,” terangnya.
Ia menekankan bahwa dalam hal pengunduran jadwal tersebut tidak ada kepentingan KPU untuk berpihak kepada siapapun. “Tidak menguntungkan siapapun dan merugikan siapapun,” tegasnya.
Terkait pengerahan pegawai negeri sipil dan isu SARA, kata Memet, hingga saat ini belum ada rekomendasi dari Panwaslu mengenai hal tersebut. “Baru bisa menyikapi jika ada rekomendasi Panwas. Sampai saat ini tidak ada laporan dari Panwas,” imbuhnya.
Adapun untuk sidang selanjutnya, akan digelar pada Senin (20/1) di Ruang Sidang MK, pukul 14.00 WIB. Agenda sidang adalah mendengarkan tanggapan Pihak Terkait dan pemeriksaan saksi-saksi Pemohon sebanyak 20 orang. (Dodi/mh)