Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) yang diajukan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) terkait kewenangan membentuk Pengawas Pemilihan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tidak dapat diterima. Menurut MK, objek perkara (objectum litis) dalam perkara ini bukanlah kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945 kepada Pemohon, sehingga bukan kewenangan MK untuk memutusnya.
“Menurut Mahkamah, kewenangan yang menjadi objectum litis permohonan Pemohon bukanlah kewenangan Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945, melainkan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang, yaitu UU 15/2011, sehingga bukan merupakan objectum litis dalam SKLN sebagaimana dimaksud Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 61 UU MK,” ungkap Wakil Ketua MK Arief Hidayat, dalam Sidang Pengucapan Putusan Nomor 3/SKLN-XI/2013, Kamis (16/1) di Ruang Sidang Pleno MK. UU Nomor 15 Tahun 2011 merupakan Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
Hingga pada akhirnya MK menyatakan pokok permohonan Pemohon tidak dipertimbangkan. “Menimbang bahwa oleh karena subjectum litis dikaitkan dengan objectum litis permohonan Pemohon bukan merupakan objek SKLN maka menurut Mahkamah, permohonan Pemohon tidak memenuhi ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 61 UU MK, sehingga pokok permohonan tidak perlu dipertimbangkan,” lanjut Arief.
Segera Diselesaikan
Namun MK memberi catatan terkait persoalan ini. Menurut MK, terlepas dari Pemohon tidak memenuhi syarat objectum litis dan subjectum litis, permasalahan kewenangan pembentukan Bawaslu Provinsi, yakni Bawaslu Provinsi Aceh, adalah permasalahan yang sangat penting untuk segera diselesaikan karena hal tersebut memiliki pengaruh yang besar pada pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2014 mendatang.
“Oleh karenanya, menurut Mahkamah, Pemohon dan para Termohon harus memusyawarahkan penyelesaian masalah tersebut dalam rangka segera terbentuknya Bawaslu Provinsi maupun Panwaslu Kabupaten/Kota dengan menggunakan pendekatan penyelesaian konflik norma sesuai dengan prinsip-prinsip dalam berhukum. Apabila tidak mencapai kesepakatan, Pemohon dapat melakukan upaya hukum lain yang tersedia seperti permohonan pengujian Undang-Undang,” tegas Arief. (Dodi/mh)