Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar Perkara Pengujian Pasal 8 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 7 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara terhadap UUD 1945 yang dimohonkan oleh Anton Ali Abbas (Dosen Terorisme di Universitas Pertahanan) dan Aan Eko Widiarto (Dosen Ilmu Hukum di Universitas Brawijaya), Selasa (7/1). Pada sidang kali ini Pemerintah memberikan penjelasannya terkait dalil Para Pemohon yang menganggap kewenangan Menteri Keuangan untuk mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran bertentangan dengan UUD 1945.
Hadir dalam persidangan kali ini sekaligus membacakan keterangan Pemerintah, yaitu Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani. Seperti yang disampaikan Askolani, Pemerintah berpendapat bahwa batu uji yang digunakan oleh Para Pemohon untuk menguji ketentuan tentang kewenangan Menteri Keuangan mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran sangat tidak tepat dan dipaksakan. “Pemerintah berpendapat bahwa tidak terdapat kerugian konstitusional para Pemohon dengan berlakunya norma yang terkandung dalam Pasal 8 huruf c Undang-Undang Keuangan Negara dan Pasal 7 ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbendaharaan Negara. Hal ini karena kerugian konstitusional yang didalilkan Para Pemohon tidak berdasarkan hukum dan hanya menggunakan dalil-dalil yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kewenangan menteri keuangan,” ujar Askolani.
Askolani pun melanjutkan bahwa Para Pemohon sudah menyadari tidak mempunyai kedudukan hubungan hukum dengan kewenangan Menteri Keuangan tersebut. Hal itu dibuktikan dengan pernyataan dan dalil-dalil Para Pemohon yang tidak dapat menguraikan kerugian konstitusional spesifik yang dialami oleh Para Pemohon. “Pemerintah berpendapat bahwa Para Pemohon tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 dan syarat kerugian konstitusional sebagaimana penyediaan Mahkamah Konstitusi sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 tanggal 31 Mei 2005,” ucap Askolani.
Dalam Undang-Undang Keuangan Negara, lanjut Askolani, telah diamanatkan bahwa keuangan negara dikelola secara tertib taat pada peraturan perundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Sementara itu tujuan pengelolaan keuangan negara adalah agar daya tahan dan daya saing perekonomian nasional semakin dapat ditingkatkan dengan baik dalam kegiatan ekonomi global sehingga kualitas kehidupan masyarakat dapat meningkat. Dengan demikian, Pemerintah berargumen kewenangan Menteri Keuangan dalam pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran dalam ruang lingkup pengelolaan keuangan negara sudah berdasarkan UUD 1945 sehingga tidak merugikan hak konstitusional warga negara Indonesia, termasuk Para Pemohon.
Sebelum mengakhiri keterangannya, Askolani membacakan bahwa Pemerintah beranggapan kewenangan pengelolaan keuangan negara oleh Pemerintah bertujuan mewujudkan kemakmuran dan keadilan bagi setiap warga negara Indonesia. “Karena itu Pemerintah mohon agar Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, mengadili, dan memutuskan permohonan pengujian Pasal 8 huruf c Undang-Undang Keuangan Negara dan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Perbendaharaan Negara untuk menyatakan permohonan Para Pemohon ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima,” pinta Pemerintah seperti yang disampaikan Askolani. (Yusti Nurul Agustin)