Ketua MK: 2013, Tahun Paling Berat bagi Mahkamah Konstitusi
Selasa, 24 Desember 2013
| 07:39 WIB
VIVAnews – Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva, menyatakan, 2013 merupakan tahun terberat bagi lembaganya. Pada tahun ini, mantan Ketua MK, Akil Mochtar, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, karena kasus suap penanganan sengketa sejumlah pilkada.
Padahal, sejak didirikan pada 13 Agustus 2013 hingga sebelum Akil ditangkap, MK dikenal sebagai lembaga yang punya wibawa tinggi di tingkat nasional hingga internasional. “Apresiasi bahkan ditunjukkan oleh Kanselir Jerman, Angela Merkel, yang secara khusus mengunjungi MK dalam lawatan kenegaraannya ke Indonesia,” ujar Hamdan, Senin malam 23 Desember 2013.
Namun, prestasi MK tersebut seakan luntur dalam satu hari begitu pucuk pimpinannya ditangkap KPK. “Perjuangan MK selama sepuluh tahun untuk mewujudkan peradilan yang bersih dan terpercaya seperti sia-sia,” kata Hamdan.
Meskipun kasus Akil menjadi tanggung jawab pribadi, MK berkewajiban mengembalikan martabat dan marwah MK. Sejumlah upaya telah dilakukan MK, seperti membentuk Majelis Kehormatan MK yang pada putusannya mengeluarkan rekomendasi pemberhentian Akil secara tidak hormat.
MK juga membuka akses seluas-luasnya bagi KPK untuk mengusut kasus Akil, termasuk dengan mengizinkan para hakim konstitusinya memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik KPK. “Semua ini kami lakukan agar kasus cepat selesai dan wibawa MK dapat kembali seperti semula,” kata Hamdan.
Cari pengganti Akil
MK berharap DPR dapat segera mencari satu orang hakim konstitusi untuk menggantikan Akil Mochtar. Formasi hakim MK yang biasanya diisi oleh 9 orang, kini menjadi hanya 8 orang setelah Akil diduga tersangkut kasus suap. Belum lagi Hakim Harjono akan pensiun pada Maret 2014, sehingga tahun depan MK tinggal dijaga 7 hakim.
Padahal, pemilu 2014 semakin dekat dan MK harus mengantisipasi sengketa yang terjadi paska pemilu legislatif dan pemilihan presiden. Kekurangan 2 hakim akan terasa sangat berat bagi MK untuk menjalankan tanggung jawab konstitusionalnya dalam memutus sengketa hasil pemilu 2014.
“DPR harus segera mempersiapkan 2 hakim dalam waktu sangat dekat, dan ini sangat dibutuhkan MK menghadapi pemilu 2014,” kata Hamdan.