Diklat Hukum Acara PHPU bagi Pegawai, Seto Harianto Berikan Materi Pancasila dan Pemilu
Sabtu, 21 Desember 2013
| 16:01 WIB
Mantan anggota Panitia Ad Hoc BP Majelis Permusyawaratan Rakyat Gregorius Seto Harianto didampingi Kasubag Pengembangan Pegawai saat memberikan materi kepada Pegawai Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK dalam acara Diklat Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu 2014, Jumat (20/12) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi MK, Cisarua Bogor. Foto Humas/Ganie.
Anggota Forum Konstitusi yang juga mantan anggota Panitia Ad Hoc BP Majelis Permusyawaratan Rakyat, Gregorius Seto Harianto turut mengisi acara Diklat Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu 2014 bagi Pegawai Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (20/12). Seto, begitu ia akrab disapa, menyampaikan materi tentang Pancasila dan Pemilihan Umum.
Memulai paparannya, Seto menyampaikan konsep utama yang menjiwai dan menjadi dasar pembentukkan prinsip-prinsip Pancasila yaitu \"semua buat semua\". Konsep tersebut dicetuskan Bung Karno untuk pertama kalinya pada Rapat Besar Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan tanggal 1 Juni 1945. Konsep tersebut sejatinya meliputi prinsip Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan yang Berkebudayaan. \"Sejak awal Bung Karno sudah menegaskan bahwa yang dimaksud dari Ketuhanan yang Berkebudayaan adalah kehidupan ber-Ketuhanan harus dilakukan dengan berbudi pekerti luhur dan hormat-menghormati satu sama lain,\" jelas Seto.
Lebih lanjut Seto menyatakan bahwa Pancasila adalah lima prinsip yang saling berkaitan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila selayaknya harus menjadi tolok ukur dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Seto pun membuat pengandaian, bila seseorang tidak mempunya pandangan hidup maka hidupnya akan sulit. Sama halnya dengan negara, bila tidak punya prinsip maka keadaan negara menjadi tidak pasti atau tidak menentu.
Seto juga menjelaskan bahwa Pancasila seperti yang diutarakan Bung Karno bisa \"diperas\" hanya menjadi satu prinsip, yaitu gotong-royong. \"Gotong-royong itu jangan diartikan sebagai tindakan fisik saja tapi juga sebagai sikap perilaku dan batin,\" tegasnya. (Yusti Nurul Agustin/mh)