Hakim Konstitusi Harjono menyampaikan seorang sarjana hukum atau mereka yang berpendidikan hukum sepantasnya dapat menghasilkan norma ketika berbenturan dengan suatu masalah. Hal itu disampaikan Harjono dalam sesi dua acara Diklat Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu 2014 bagi Pegawai Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (20/12).
Harjono menyampaikan identifikasi hukum yang menjadi pokok paparannya. Mula-mula, Harjono menyampaikan bahwa lulusan sarjana hukum seharusnya bisa menghasilkan suatu norma, baik norma konkret maupun norma abstrak. Harjono pun menganalogikan dengan pengalaman keluarganya yang harus menghadapi masalah pembagian harta waris. Untuk menghadapi hal itu, menurutnya haruslah dibentuk norma yang disepakati untuk menyelesaikan pembagian harta waris. Bila persoalan itu tidak dapat diselesaikan, maka seseorang yang terlibat dalam permasalahan itu bisa dikatakan gagal dalam membentuk norma.
\"Maka ketika harus memberikan jawaban saat menghadapi masalah, juga harus memberikan norma untuk penyelesaiannya. Sebab apa yang saya katakan ini benar-benar terjadi dikarenakan para lulusan sarjana hukum ketika ada masalah hanya menyampaikan teori-teori sosial. Oleh karena itu mahkota dari pendidikan hukum adalah harus bisa giving a norm,\" ujar Harjono.
Selanjutnya, Harjono membahas mengenai status hukum dalam persidangan. Status hukum yang berbeda, lanjut Harjono, akan menyebabkan akibat hukum yang berbeda pula. Namun, legal standing tidak selalu diberikan kepada orang tapi juga bisa diberikan kepada badan hukum misalnya. \"Status hukum melekat pada objek hukum juga. Contohnya sebidang tanah yang berdekatan dengan tanah-tanah lainnya yang masing-masing memiliki status hukum. Hubungan hukun antara yang meniliki status hukum dengan objek hukum itulah yang nantinya menghasilkan akibat hukum,\" jelas Harjono lagi.
Terkait dengan perkara Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif 2014 di MK, sesungguhnya yang menjadi objeknya adalah perhitungan suara. Pihak yang berkaitan dengan objek hukum itu adalah mereka yang punya legal standing untuk mengajukan permohonan, yakni calon yang mendapatbpersetujuan tertulis dari pengurus pusat parpol dimaksud.
Harjono pun meminta agar dalam penyelesaian perkara satu sama lain harus dilakukan dengan konsisten. Pasalnya, dalam satu dapil ada 15 partai yang bisa saja memasalahkan perhitungan suara yang sama. Belum lagi persoalan perhitungan di kabupaten/kota dan provinsi. Padahal di TPS saja bisa terjadi human error. \"Dalam situasi seperti itu saya mohon kalian hati-hati dan lakukan koordinasi agar antar satu putusan dengan putusan lain konsisten hasilnya,\" terang Harjono. (Yusti Nurul Agustin/mh)