Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pemohon dalam uji materil Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi. Terdapat dua permohonan yang diputuskan MK terkait pengujian UU Pendidikan Tinggi ini, yakni dalam Perkara No. 103/PUU-X/2012 dan Perkara No. 111/PUU-X/2012.
“Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” tegas Ketua MK Hamdan Zoelva dalam sidang pengucapan putusan, Kamis (12/12) sore, di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan ini diajukan oleh beberapa mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, tidak menyebabkan terabaikannya kewajiban dan tanggung jawab konstitusional negara di bidang pendidikan. Rumusan norma dalam UU Pendidikan Tinggi, menurut MK, tetap memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk mengendalikan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH).
“Pemberian otonomi, baik otonomi akademik maupun otonomi non-akademik kepada perguruan tinggi seperti dimaksud Pasal 64 dan Pasal 65 UU 12 Tahun 2012 tidak akan melepaskan tanggung jawab negara dalam bidang pendidikan,” ungkap Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.
Maria menuturkan, praktik komersialiasi yang dikhawatirkan oleh para Pemohon tidak akan terjadi selama Pemerintah memiliki kewenangan mengontrol PTN BH, antara lain dengan menentukan standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi seperti dimaksud dalam Pasal 88 UU Pendidikan Tinggi. “Menurut Mahkamah, bentuk PTN BH sebagaimana diatur dalam Undang-Undang a quo dapat dibenarkan karena tidak melepaskan kewajiban dan tanggung jawab konstitusional negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya hak-hak warga negara untuk memperoleh dan mendapatkan akses terhadap pendidikan,” tegas Maria.
Negara memang harus menjamin bahwa pendidikan tinggi yang dilaksanakan terjangkau dengan paradigma pendidikan yang bersifat tidak mencari keuntungan, mengutamakan aspek pelayanan publik, serta tidak menjadikan pendidikan sebagai barang privat dan komoditas bisnis. Namun, tanggung jawab negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak berarti bahwa negara berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menanggung seluruh biaya pendidikan.
MK memandang, kewajiban negara untuk menanggung seluruh biaya pendidikan hanya untuk pendidikan dasar sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, sedangkan untuk tingkat pendidikan lainnya, di samping dibiayai oleh negara, juga dimungkinkan adanya partisipasi masyarakat untuk ikut membiayai pendidikan.
“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, keikutsertaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan secara wajar tidaklah bertentangan dengan konstitusi. Demi kualitas dirinya, tiap warga negara juga harus ikut memikul tanggung jawab terhadap dirinya untuk mencapai kualitas yang diinginkan. Artinya negara memiliki tanggung jawab utama sedangkan masyarakat juga ikut serta dalam memikul tanggung jawab itu, vide Putusan Mahkamah No. 11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/2009,” tutur Maria.
Selain itu, MK juga memberikan pandangannya mengenai hak pengelolaan kekayaan negara oleh perguruan tinggi negeri sebagaimana dipersoalkan Pemohon. Menurut MK, tidak ada persoalan konstitusionalitas dalam pengaturan tersebut.
“Tidak ada persoalan konstitusionalitas apabila ketentuan peraturan perundang-undangan memberikan wewenang kepada Pemerintah untuk memberikan hak pengelolaan kekayaan negara kepada suatu badan hukum lain apalagi badan hukum itu adalah milik negara, seperti BUMN, termasuk perguruan tinggi negeri selama kepemilikan atas kekayaan negara tersebut tidak dialihkan, dan pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Pemerintah,” papar Hakim Konstitusi Muhammad Alim. (Dodi/mh)