Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menghadiri acara Kongres Kebangsaan bertajuk “Menggagas Kembali Haluan Bangsa Menuju 100 Tahun Indonesia Merdeka” yang digelar oleh Forum Pimpinan Redaksi (Pemred), di Birawa Assembly Hall, Hotell Bidakara, Jakarta (10/12).
Dalam sambutannya, Hamdan menyampaikan pandangannya terhadap situasi dan kondisi aktual bangsa yang terjadi dewasa ini, utamanya berkaitan dengan demokrasi dan ketatanegaraan setelah hampir 15 tahun menjalani era reformasi. Hamdan mengatakan bahwa kritik terhadap realitas demokrasi yang dipraktikkan di negara ini seolah tak pernah sepi. Dalam hitungan wajar, waktu 15 tahun (masa reformasi) mestinya merupakan waktu yang cukup untuk meraih banyak kemajuan signifikan.
Menurut Hamdan, banyak yang mengatakan saat ini kita berada pada jalur yang tepat dalam menjalankan agenda reformasi. “Tidak dapat dipungkiri, capaian-capaian di bidang hukum, politik, demokrasi, ekonomi, perlindungan HAM, kebebasan pers, dan hal lainnya, mengalami kemajuan signifikan dibandingkan era (orde baru) sebelumnya,” jelasnya.
Namun disisi lain, lanjut Hamdan, tidak sedikit juga yang mengatakan bahwa agenda reformasi kita telah kebablasan, bahkan kehilangan arah. Lebih dari itu, ada pula yang mengatakan bahwa kita telah salah langkah karena melakukan perubahan konstitusi. “Demokrasi sering dikatakan baru berjalan di lapisan prosedural belum substansional. Oleh karena itu, demokrasi lebih sering melahirkan kegaduhan politik. Hal inilah yang terus menjadi sorotan, demokrasi lebih banyak diminati oleh elit-elit politik,” ujar mantan anggota DPR tersebut.
Demokrasi merupakan fundamen bangsa yang disepakati sejak awal pendirian negara ini. Seperti diketahui, para pendiri negara dan para penyusun UUD 1945 sepakat memilih demokrasi sebagai landasan bernegara. Hamdan mengatakan bahwa setidaknya ada tiga substansi dalam UUD 1945 yang menjadi dasar perkembangan demokrasi Indonesia di masa depan. Pertama, adanya jaminan terhadap hak warga negara dan hak asasi manusia. Kedua, adalah substansi yang mengatur tentang mekanisme demokrasi. Dan yang ketiga, penataan ketatanegaraan, terutama penerapan prinsip checks and balances dan pemisahan kekuasaan.
“Persoalan demokrasi saat ini bukan terletak pada tataran konseptual melainkan persoalannya berada di tataran implementasi, maka disinilah prinsip supremasi konstitusi seharusnya diterapkan. Konstitusi sebagai hukum tertinggi harus dilaksanakan. Karena itu, dalam berdemokrasi, semua pihak baik penyelenggara negara maupun warga negara harus merujuk dan menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai pedoman utama,” tegas Hamdan.
Di akhir pidatonya, Hamdan mengajak kepada seluruh peserta kongres untuk tidak berhenti membangun demokrasi dan mewujudkan cita-cita demokrasi. “Kegusaran kita pada keadaan saat ini tidak boleh membuat kita putus asa. Dan kita harus tetap meyakini bahwa UUD 1945 merupakan titik pijak sekaligus orientasi kita dalam membangun dan menata negara ini, termasuk untuk membangun demokrasi yang lebih bermartabat dan berkeadilan,” tutupnya.
Acara Kongres Kebangsaan yang berlangsung selama dua hari (10-11/12/2013), dibuka secara resmi oleh Ketua DPR RI Marzuki Alie. Selain Ketua MK, turut hadir dalam acara ini, Ketua DPD RI Irman Gusman, Ketua BPK RI Hadi Purnomo, Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Syaifuddin, Wakil Ketua MA Ahmad Kamil, Wamenkumham Denny Indrayana dan para tokoh penting lainnya. (ddy/mh)