Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M. Gaffar secara resmi menutup acara “Bimbingan Teknis Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Legislatif 204 bagi Partai Golkar” pada Sabtu (7/12) malam di Gedung Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor.
“Kegiatan ini merupakan bagian langkah konstruktif kita bersama untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan pemilu, seiring dengan ikhtiar kita bersama untuk mewujudkan kehidupan politik di Indonesia yang lebih bermartabat, adil dan demokratis. Apalagi kegiatan ini dikaitkan dengan antisipasi perkara perselisihan hasil pemilu. Insya Allah, parpol-parpol lokal, KPU dan Bawaslu akan kita undang pada saatnya,” urai Janedjri.
Dikatakan Janedjri lagi, kegiatan ini tidak semata-mata berangkat dari pemikiran menjelang akhir tahun, maka anggaran Mahkamah harus segera dihabiskan. “Boleh di tempat lain seperti itu, Insya Allah di Mahkamah Konstitusi tidak seperti itu,” ujar Janedjri.
Dijelaskan Janedjri, selama dua tahun berturut-turut termasuk tahun 2013, untuk Program Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara tidak ada anggarannya atau nol rupiah. Alhasil, berbagai upaya dilakukan MK untuk bisa menyelenggarakan kegiatan semacam itu, hingga akhirnya mendapat persetujuan Menteri Keuangan dan mendapatkan anggarannya. Sampai akhirnya acara bimbingan teknis hukum acara penyelesaian hasil pemilu legislatif 2014 bagi partai-partai bisa terselenggara seperti sekarang.
“Alhamdulillah untuk 2014, anggaran MK sudah disetujui oleh Komisi III DPR dan sudah cukup. Anggaran MK tidak perlu banyak-banyak, anggaran sedikit tapi banyak yang kita lakukan,” kata Janedjri.
Janedjri melanjutkan, MK merupakan lembaga yang pertama kali mendapatkan penghargaan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Bahkan MK sudah tujuh kali berturut-turut meraih penghargaan tersebut. Namun demikian, ujar Janedjri, penghargaan itu bukan tujuan utama.
“Kalau penghargaan jadi tujuan utama dalam mengelola lembaga peradilan ini, maka justru akan membawa kesombongan bahwa ‘sayalah yang paling baik, paling benar’. Oleh karenanya, kita harus sama-sama mengawal lembaga yang kita cintai ini. Menjaga harkat dan martabat wibawa Mahkamah, bukan hanya tanggung jawab Mahkamah, tapi kita semua ikut bertanggung jawab dengan tidak melakukan hal-hal yang tidak terpuji di luar koridor etika dan hukum,” papar Janedjri.
Lebih lanjut Janedjri mengatakan, sejak awal MK Republik Indonesia berdiri berupaya mewujudkan mimpinya sebagai lembaga peradilan yang ramah kepada masyarakat, khususnya masyarakat pencari keadilan. Salah satu bukti keramahan MK, dengan tidak adanya pagar di depan Gedung MK sejak MK resmi berdiri.
“Ini diartikan bahwa tidak ada jarak, tidak ada sekat maupun pembatas dengan masyarakat. Karena kita menyadari bahwa MK adalah lembaga yang mempunyai fungsi pelindung hak konstitusional warga negara,” imbuh Janedjri.
Namun demikian, ungkap Janedjri, akibat kejadian rusuhnya saat PHPU Maluku beberapa waktu lalu, MK menerapkan sistem pengamanan yang ketat saat ini tidak bisa sembarang orang dapat masuk ke Gedung MK. Mereka yang berperkara di MK diperbolehkan masuk MK dengan meninggalkan kartu identitas, diperiksa barang bawaan dengan x-tray, check door dan sebagainya. “Ini dilakukan demi kebaikan kita bersama. Mudah-mudahan ada hikmahnya, tidak ada lagi calo-calo putusan MK berkeliaran di Gedung MK,” tegas Janedjri.
“Hikmah lainnya, hakim bisa menggelar persidangan dengan khidmat. Termasuk pihak-pihak berperkara juga bisa mengikuti persidangan Pemilu Legislatif 2014 nanti dengan khidmat. Tidak terganggu calo-calo yang menjanjikan kemenangan dengan cara-cara yang tidak terpuji,” tandas Janedjri. (Nano Tresna Arfana/mh)