“Mengapa sudah ada Mahkamah Agung, tetapi ada pula Mahkamah Konstitusi?” kata Hakim Konstitusi (MK) Ahmad Fadlil Sumadi pada sesi “Hukum Acara MK dalam Perselisihan Hasil Pemilu” acara “Bimbingan Teknis Hukum Acara Penyelesaian Hasil Pemilu Legislatif 2014 bagi Partai Golkar” pada Jumat (6/12) di Cisarua, Bogor.
Pertanyaan tersebut, ungkap Fadlil, diperkuat fakta sejarah perjalanan Indonesia berbangsa dan bernegara. “Kalau memang diperlukan MK, mengapa tidak ada pada tahun 1945 saja? Namun MKRI baru dibentuk tahun 2003,” ujar Fadlil mempertanyakan.
Fadlil menjelaskan, salah satu pentingnya MK terkait Pemilu, sebagai forum yang menyelesaikan sengketa hak-hak konstitusional warga negara dalam menjalankan Pemilu.
“Pemilu merupakan implementasi hak-hak politik warga negara yang kemudian bergabung dalam parpol dan parpol itulah yang menjadi peserta Pemilu. Selanjutnya peserta Pemilu berhadapan dengan penyelenggara Pemilu yang praktiknya ada saja permasalahan terjadi atau penyelenggara Pemilu selalu harus dianggap sudah benar,” urai Fadlil.
Selanjutnya Fadlil menerangkan Hukum Acara MK dalam Perselisihan Hasil Pemilu sebagai sistem persidangan pleno yang mencakup tahapan pengajuan permohonan, pendaftaran dan penjadwalan sidang, pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan persidangan dan putusan. Tahapan tersebut diadministrasikan oleh Kepaniteraan MK dan setiap tahap dibatasi oleh tenggang waktu tertentu.
Sesudah itu Fadlil menjelaskan alat bukti yang perlu dimiliki pemohon sengketa Pemilu, antara lain berupa surat, keterangan ahli, keterangan saksi, alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau serupa dengan itu. Selain itu ada alat bukti berupa keterangan para pihak.
Para pihak dalam sengketa hasil Pemilu mencakup parpol peserta Pemilu, perseorangan calon anggota DPR atau DPRD dengan persetujuan parpol yang bersangkutan sebagai pemohon. Di samping itu, pihak termohon selaku penyelenggara, juga termasuk para pihak.
Pada kesempatan itu Fadlil juga memaparkan sejarah lahirnya Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI). Berawal dari amandemen atau perubahan UUD 1945 yang memunculkan gagasan dibentuknya MKRI, sampai akhirnya MKRI resmi sebagai lembaga peradilan pada 13 Agustus 2003.
Mengenai kewenangan MKRI adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, serta memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut UUD. (Nano Tresna Arfana/mh)