Pancasila adalah dasar ideologi bangsa Indonesia. Ideologi diartikan sebagai pedoman hidup bersama yang disepakati. Sebab ada pedoman hidup yang bukan untuk bersama dan tidak disepakati. Misalnya agama merupakan pedoman hidup, tetapi bukan ideologi karena tidak semua orang setuju dengan agama orang lain.
Hal tersebut diungkapkan Moh. Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi saat menjadi narasumber acara “Bimbingan Teknis Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Legislatif 2014 bagi Partai Golkar”, Kamis (5/12), di Gedung Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor.
“Kita menggunakan Pancasila sebagai dasar ideologi negara yang menganut prinsip persatuan dalam perbedaan. Artinya, sejak awal kita menyadari bahwa kita berbeda-beda tetapi bersatu. Berbeda agama, suku, bahkan rasnya,” ucap Mahfud.
Dikatakan Mahfud, Pancasila juga merupakan sumber dari segala sumber hukum, sebagai pandangan hidup, nilai budaya bangsa. “Kita semua menyadari bahwa perbedaan itu adalah fitrah, keniscayaan di mana-mana. Tidak mungkin manusia hidup hanya satu, mesti berbeda,” kata Mahfud.
Selain itu, ujar Mahfud, Pancasila harus dipahami dalam kesatuan majemuk tunggal, tidak ada sila yang berdiri sendiri. Tetapi sebenarnya, dari lima sila Pancasila, intinya ada di tengah. “Begini, kita ingin Indonesia bersatu. Karena keinginan itulah, kita menerima dasar Ketuhanan yang Maha Esa, bukan agama. Artinya, tiap orang punya Tuhan diakui dan dalam perbedaan kita bersatu, meskipun agamanya berbeda-beda,” jelas Mahfud.
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab bermakna berbeda-beda tetapi diperlakukan adil. Selanjutnya, sila Persatuan Indonesia memiliki arti bersatu dalam perbedaan agama dan primordial kemanusiaan dalam Bhineka Tunggal Ika. Kemudian sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, bermakna keberagaman harus ditegakkan oleh pemerintah yang demokratis. Sedangkan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagai kebersatuan dalam demokrasi ditujukan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Lebih lanjut Mahfud menjelaskan pengertian Pemilu sebagai penggunaan hak demokrasi rakyat. Terkait Pemilu, Mahkamah Konstitusi memiliki peran mengadili sengketa hasil Pemilu. Adapun yang menjadi penilaian atas proses pemilu dari MK: membatalkan hasil Pemilu (mengganti pemenang, pemungutan suara ulang, diskualifikasi). Sedangkan yang menjadi syarat pembatalan: ada pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif. (Nano Tresna Arfana/mh)