Demokrasi pada prinsipnya adalah penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan partisipasi luas kepada rakyat. Demokrasi berkembang sejak abad ke-17, menuju abad ke-18, hingga abad ke-19, mulai dari kebebasan otonomi luas sampai akhirnya pemerintahan berdasarkan demokrasi.
“Terdapat lima indikator negara demokrasi yaitu akuntabilitas, rotasi kekuasaan, rekrutmen politik yang terbuka, pemilu, persamaan hak dan kebebasan masyarakat untuk menikmati hak-hak dasar,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva saat menjadi narasumber acara bertema “Dinamika Perundang-undangan dan Rekrutmen Politik dalam Kerangka Penguatan Demokrasi”, Rabu (4/12) sore di Gedung Lemhannas, Jakarta.
Pada kesempatan itu Hamdan juga mengemukakan dua hal aktual yang digunakan sebagai teropong untuk melihat sejauh mana demokrasi Indonesia mengalami penguatan. Hal pertama adalah dinamika perundang-undangan.
“Sebelum perubahan UUD 1945, kekuasaan membentuk UU ada di tangan Presiden, sementara DPR hanya menjadi co-legislator. Bahkan dalam praktik, DPR hanya diposisikan sebagai ‘stempel’ bagi UU yang didesain Presiden,” jelas Hamdan kepada sejumlah wakil parpol yang hadir.
Namun, setelah terjadi perubahan UUD 1945, DPR bertindak sebagai legislator, sedangkan Presiden hanyalah co-legislator. Dari perubahan demikian, dapat dikatakan ada pembalikan yang sangat signifikan dalam pembentukan UU.
“Peletakan pendulum legislasi di tangan DPR menegaskan bahwa DPR sebagai wakil rakyat memiliki kemampuan untuk mengagregasi dan menerjemahkan aspirasi rakyat ke dalam berbagai undang-undang. Hal ini sangat sejalan dengan penguatan demokrasi karena menjadi penegas juga bahwa dalam demokrasi, rakyat berada pada posisi yang esensial, termasuk dalam menentukan kebijakan-kebijakan negara,” urai Hamdan kepada para hadirin.
Hal kedua untuk melihat sejauhmana demokrasi Indonesia mengalami penguatan, lanjut Hamdan, adalah rekrutmen politik yang merupakan proses pengisian jabatan-jabatan pada lembaga-lembaga politik termasuk dalam jabatan partai politik dan jabatan pada lembaga-lembaga negara, oleh orang-orang yang akan menjalankan kekuasaan politik.
“Rekrutmen politik memegang peranan sangat penting dalam sistem politik suatu negara. Hal ini dikarenakan proses ini menentukan siapa sajakah yang akan menjalankan fungsi-fungsi lembaga negara. Oleh karena itu, tercapai tidaknya tujuan suatu sistem politik yang baik, tergantung pada kualitas rekrutmen politik,” kata Hamdan.
Dijelaskan Hamdan, rekrutmen politik mencakup pemilihan, seleksi, dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. Berkaitan dengan rekrutmen politik, partai politik memiliki peran sangat penting. Secara umum ada empat fungsi parpol yaitu sebagai sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, sarana rekrutmen politik dan pengatur konflik.
Tujuan pembentukan parpol dimaksudkan untuk menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi kader-kader pemimpin negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. “Tentu tidak semua jabatan diisi oleh partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Parpol hanya boleh terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan yang bersifat politik. Karena itu, memerlukan pengangkatan pejabatnya melalui prosedur politik pula,” tandas Hamdan. (Nano Tresna Arfana/mh)