Dua pasangan calon walikota dan wakil walikota menggugat Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Subulussalam ke Mahkamah Konstitusi. Sidang pendahuluan dalam Perkara Nomor 184/PUU-XI/2013 dan 185/PUU-XI/2013 ini digelar pada Selasa (3/12) sore, di Ruang Sidang Panel MK dengan dipimpin oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.
Adapun Pemohon dalam perkara ini adalah Pasangan Calon Nomor Urut 1 Affan Alfian - Pianti Mala (Perkara No. 184/PHPU-XI/2013) serta Pasangan Calon Nomor Urut 4 Asmaudin - Salihin (Perkara No. 185/PHPU-XI/2013). Meskipun diregistrasi dengan nomor perkara yang berbeda, kedua Pemohon sepakat untuk menggunakan kuasa hukum yang sama, yakni Arteria Dahlan. “Ini digabung, jadi tidak ada pertentangan kepentingan (antar Pemohon, pen). Tetap dua permohonan tapi penyampaiannya satu saja,” ujar Arteria menjelaskan kepada Panel Hakim Konstitusi.
Pada prinsipnya, kata Arteria, pihaknya mengajukan dua persoalan besar, yakni kesalahan penghitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Independen Pemilihan Subulussalam (Termohon) serta terjadinya pelanggaran secara terstruktur, sistematis dan masif. Di samping itu, ia juga menyatakan bahwa pihaknya telah dihalang-halangi dan disesatkan oleh Termohon untuk mengajukan permohonan ke MK. “Jelas itu KIP ngasih suratnya itu tidak ada Berita Acara Penetapan Rekapitulasi Terpilih Tahap Akhir. Resmi dia, jadi kita ketipu ini,” imbuhnya.
Salah satu pelanggaran yang terjadi, kata Arteria, adalah terkait pengkondisian tahapan Pemilukada yang menguntungkan Pasangan Calon Nomor Urut 3 Merah Sakti – Salmaza (Pihak Terkait). “Penyelenggara Pemilu sudah dibentuk oleh Merah Sakti. Nanti akan kita buktikan siapa saja itu,” tegas Arteria.
Pemohon menuding, surat keputusan KIP terkait tahapan Pemilukada juga dilatarbelakangi oleh surat asli tapi palsu yang diterbitkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Subulussalam. Nantinya, kata Arteria, dalam permohonan tertulis akan dijabarkan secara kronologis bagaimana terjadi pelanggaran dalam penerbitan surat-surat tersebut. Nanti akan kita jabarkan secara historikal,” ungkapnya.
Tak hanya terkait penetapan tahapan Pemilukada yang dirasa janggal oleh Pemohon. Menurut Pemohon, telah terjadi pula upaya terstruktur yang dilakukan oleh Pihak Terkait bersama dengan Termohon dalam penentuan panitia penyelenggara Pemilukada. “Caranya melalui penempatan PPS dan KPPS sebagai tim pemenangan,” beber Arteria.
Pemohon juga menengarai adanya pelibatan Pegawai Negeri Sipil untuk memenangkan Pihak Terkait. “Kepala desa bergerak untuk memenangkan Pasangan Calon Nomor Urut 3.”
Terhadap persoalan-persoalan itu, menurut Arteria, Bawaslu Aceh dan Panwaslu Subulussalam sebenarnya telah merekomendasikan kepada KIP untuk melakukan penghitungan dan pemungutan suara ulang dibeberapa Tempat Pemungutan Suara. Namun, rekomendasi ini tidak digubris oleh Termohon. “Saya belum tahu kabarnya seperti apa, karena belum bisa ketemu Panwas. Panwas hilang.”
Berdasarkan hal tersebut, Pemohon berkesimpulan bahwa telah terjadi pelanggaran yang sangat fatal dalam pelaksanaan Pemilukada Subulussalam. “Ini kejahatan demokrasi luar biasa,” tegas Arteria.
Oleh karenanya, Pemohon meminta MK untuk mendiskualifikasi Pihak Terkait, yakni Pasangan Calon Merah Sakti – Salmaza, serta memerintahkan Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS tanpa melibatkan Pihak Terkait. (Dodi/mh)