Enam pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dipersoalkan oleh 12 lembaga swadaya masyarakat (LSM) yaitu Indonesian Human Rights Commitee For Social Justice (IHCS), Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Perserikatan Solidaritas Perempuan (SP), Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Perkumpulan Sawit Watch, Farmer Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Indonesia for Global Justice (IGJ), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dan Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang pendahuluan yang dipimpin Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, Rabu (3/12/2013), Para Pemohon melalui kuasa hukumnnya mempersoalkan kebijakan pengadaan produk pangan dan pertanian yang diatur dalam enam pasal dalam UU tersebut, masing-masing Pasal 3, Pasal 36 ayat (3), Pasal 53, Pasal 69 huruf c, Pasal 77 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 133.
Menurut Para Pemohon, ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal tersebut mengakibatkan hilangnya perlindungan negara terhadap pelaku usaha pangan skala kecil. Para Pemohon berargumen dengan adanya ketentuan tersebut mengakibatkan ketidakjelasan kebijakan pangan, terutama dengan adanya kebijakan impor produk pangan dan pertanian yang dilakukan pemerintah dengan alasan adanya kurangnya cadangan pangan nasional. Lebih lanjut, salah satu kuasa hukum Para Pemohon, Beni Dikty Sinaga, mengungkapkan kebijakan impor pangan rawan suap dan hanya menguntungkan pelaku usaha pangan besar. Para Pemohon meminta kepada MK agar enam pasal yang dimohonkan oleh Pemohon untuk diuji dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.
Terhadap permohonan para pemohon, Wakil Ketua MK Arief Hidayat memberikan nasihat agar Pemohon mempertajam argumentasi kerugian konstitusional yang dialami Pemohon akibat berlakunya enam pasal yang dimohonkan untuk diuji tersebut. Menurut Arief, enam pasal yang diajukan untuk diuji itu sebenarnya ketentuan yang mengatur umum, kepada Para Pemohon, Arief meminta argumentasi dimana letak diskriminasi yang muncul akibat dari ketentuan yang berlaku umum tersebut. Sementara Hakim Konstitusi Anwar Usman memberikan nasihat kepada Pemohon untuk memperjelas bagian tuntutan dalam permohonan karena putusan dalam pengujian UU sifatnya berlaku bagi seluruh warga Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat yang mengikuti perkara ini juga mudah untuk memahami isi tuntutan yang diajukan Pemohon.
Sedangkan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar memberikan saran agar isi tuntutan dipertegas, karena dirinya melihat apa yang dimohonkan oleh Para Pemohon mengarah kepada konstitusional bersyarat. Patrialis juga meminta agar lampiran Penjelasan UU Pangan itu juga dilampirkan sebagai bukti, dan Pemohon diberi kesempatan paling lambat 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. (Ilham/mh)