Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan yang diajukan oleh Pasangan No. Urut 1 Ikmal Jaya-Edi Suripno dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Tegal 2013 - Perkara No. 181. D-XI/2013 - pada Selasa (3/12) siang. Dalam persidangan dihadiri pula Termohon (Ketua KPU Tegal, Saifuddin Zuhri) dan Pihak Terkait (Pasangan Calon No. Urut 3, Siti Masitha Soeparno-HM. Nursholeh).
Sejumlah dalil permohonan disampaikan, antara lain mengenai pelanggaran yang dilakukan KPU Tegal, yaitu adanya keterlibatan anggota KPPS sebagai tim pemenangan pasangan nomor urut 3 ‘Tegal Bersinar’. “Setelah kami data, ternyata ada 120 anggota KPPS dari 420 TPS di Kota Tegal adalah juga tim pemenangan pasangan nomor urut 3 ‘Tegal Bersinar’,” kata Fadli Nasution selaku kuasa hukum Pemohon.
Selain itu, Pemohon menduga bahwa ketua dan anggota KPPS yang menjadi tim pemenangan pasangan nomor urut 3, melakukan kecurangan dengan modus: surat suara yang sudah tercoblos untuk pasangan nomor urut 1 dinyatakan tidak sah. Akibatnya ada 8.612 surat suara yang tidak sah atau sekitar 7, 3 persen dari surat suara yang terpakai.
Pemohon sudah mengidentifikasi bahwa dari 8.612 surat suara yang tidak sah, di satu kecamatan Tegal Selatan ada 2.426 surat suara yang tidak sah. Jika dibagikan dengan jumlah TPS yang ada di satu kecamatan Tegal Selatan, rata-rata surat suara yang tidak sah mencapai 24 surat suara dalam satu TPS.
Begitu juga terjadi di daerah Margadana, dari 1.120 surat suara tidak sah, jika dibagikan dengan jumlah TPS yang ada (92 TPS), sekitar 12 surat suara yang tidak sah. Kondisi serupa di Tegal Selatan dan Margadana, juga terjadi Tegal Barat, dari 2.444 surat suara dibagi 102 jumlah TPS, ada 24 surat suara yang tidak sah. Termasuk juga terjadi di Tegal Timur.
“Ini adalah angka yang cukup tinggi bagi sebuah penyelenggaraan pemilukada yang demokratis. Bagaimana mungkin warga yang datang ke TPS, salah atau tidak sah menggunakan hak pilihnya karena adanya unsur kesengajaan dari pihak penyelenggara,” ujar Fadli.
Berikutnya, terjadi intimidasi dari pihak KPU Tegal terhadap Saksi Pemohon, yang memaksa untuk menandatangani hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilukada Tegal. Meski menurut Saksi Pemohon tersebut, hasil pemilukada diperoleh dengan cara yang curang oleh Pihak Terkait, dengan melakukan politik uang.
Pelanggaran lainnya, hasil penghitungan suara di tingkat TPS dalam form C1 diganti baru dengan menambahkan perolehan suara pasangan nomor urut 3, sehingga tidak sesuai dengan C2 Plano dan memenangkan pasangan nomor urut 3. Kemudian juga, di TPS yang tidak dihadiri saksi Pemohon, surat suara yang tidak terpakai dicoblosi untuk pasangan nomor urut 3. Sehingga TPS tersebut dimenangkan pasangan nomor urut 3.
Modus lainnya, anggota KPPS secara sengaja tidak membagikan undangan kepada pemilih yang dianggap sebagai basis potensial pasangan nomor urut 1. Hal lainnya, KPPS juga tidak menyosialisasikan secara efektif mengenai cara mencoblos surat suara yang sah. (Nano Tresna Arfana/mh)