Pasangan Muhammad Edi Utomo-Abasari, dengan kuasa hukumnya Agus Setiawan menggugat kemenangan Pasangan Enthus Susmono-Umi Azizah (Pihak Terkait), karena dugaan sejumlah pelanggaran dalam Pemilukada Kabupaten Tegal 2013. Majelis Hakim dipimpin Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva yang juga sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam permohonan gugatan terhadap PHPU Kabupaten Tegal – Perkara No. 179/PHPU. D-XI/2013, Pemohon menyampaikan sejumlah dalil permohonan tersebut. Di antaranya, dugaan pengurangan perolehan suara Pemohon pada model C1 KWK KPU.
“Perbedaan perolehan suara Pemohon dalam rekapitulasi perolehan suara di tingkat PPS, dengan hasil rekapitulasi perolehan suara di tingkat desa, menyebabkan berkurangnya perolehan suara Pemohon sebanyak 1.088 suara,” kata Agus Setiawan selaku kuasa hukum Pemohon.
Menurut Agus, pada tahap pertama pelaksanaan Pemilukada di tingkat PPS, Termohon telah menambahkan suara kepada pasangan Enthus Susmono-Umi Azizah dan mengurangi perolehan suara Pemohon. Hasil rekapitulasi penghitungan suara dimenangkan Enthus Susmono yang dikenal sebagai dalang kondang, maju bersama Umi Azizah dengan perolehan suara 35,21% atau 233.318 suara.
Sedangkan Pemohon memperoleh 223.436 suara atau sekitar 33,71%. Selanjutnya, Pasangan Rojikin-Budhiharto mendapat 116.234 suara atau sekitar 17,54%. Sementara Pasangan Abdul Fikri-Kahar Mudakir memperoleh 45.563 suara atau 6,87%. Perolehan ‘buncit’ diraih Pasangan Himawan Kaskawa-Budi Sutrisno yaitu 44.189 suara atau 6,67%.
Selain itu, ungkap Agus, model C1 KWK KPU diragukan keasliannya karena tanda tangan saksi yang berbeda-beda, baik dari format, ukuran maupun bentuknya. Juga ada pemberian lampiran model C1 KWK KPU kosong.
“Dalil permohonan lainnya, dugaan ketidaknetralan Termohon karena masih adanya anggota KPPS/ PPS di Desa Penarukan Kecamatan Adi Warna yang masih aktif sebagai anggota partai politik,” papar Agus.
Hal lainnya, lanjut Agus, telah terjadi pengrusakan surat suara yang dilakukan anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara yang merugikan Pemohon, dengan cara mengeluarkan surat suara dari kotak suara, kemudian ditumpuk di atas meja.
“Selanjutnya, setiap lipatan suara dibuka. Bilamana surat suara yang menyoblos Pemohon, selanjutnya sengaja dibuat bolongan sangat kecil. Sehingga surat suara dianggap rusak atau tidak sah, dan merugikan perolehan suara Pemohon,” kata Agus.
“Berdasarkan fakta yang telah kami sampaikan, Termohon nyata-nyata telah melakukan pelanggaran dan dipastikan telah menimbulkan kerugian bagi Pemohon,” tandas Agus kepada Majelis Hakim. (Nano Tresna Arfana/mh)