Uji materi terhadap prinsip transparan dan partisipatif dalam pencalonan hakim konstitusi yang diatur dalam Pasal 19 UU nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang diubah dengan UU No.8 Tahun 2011, memasuki persidangan yang keempat. Agenda sidang pada Kamis (21/11/2013), mendengarkan keterangan ahli yang diajukan oleh Pemohon. Namun para ahli yang sedianya memberikan keterangan pada sidang kali ini berhalangan hadir.
Terhadap persoalan itu, Ketua MK Hamdan Zoelva yang memimpin jalannya persidangan memberikan solusi kepada Pemohon bahwa pendapat ahli tersebut dapat disampaikan secara tertulis, dan diserahkan bersamaan kesimpulan dalam permohonan.
Usai persidangan, Prananda, kuasa hukum pemohon menegaskan bahwa MK harus memberikan tafsir terhadap pasal 19 yang dimohonkan untuk diuji oleh Pemohon. Dikatakan olehnya, jika pemerintah dan DPR dalam persidangan sebelumnya hanya mengatakan hal itu hanya masalah implementasi, maka persolan implementasi harus ada dasar hukumnya. “Kalau tidak pernah diatur bagaiamana pelaksanaan prinsip transparansi dan partisipasi dalam proses seleksi hakim MK?” ujar Prananda.
Menurutnya, pendapat ahli yang sedianya dihadirkan juga akan membahas proses seleksi hakim MK yang seharusnya diatur dalam UU, bukan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu). Prananda menyatakan, rekrutmen hakim MK harus benar, karena rekrumen yang buruk akan menghasilkan hakim yang buruk untuk memenuhi prinsip transparansi dan partisipasi, maka masyarakat harus diberi saluran peran untuk memberikan masukan dalam proses seleksi hakim MK.
Lebih lanjut Prananda menilai Perpu Nomor 1 tahun 2013 tentang MK tidak mampu menjawab persoalan yang ada, karena UUD 1945 menegaskan bahwa proses seleksi, pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi yang dilakukan oleh presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Mahhkamah Agung lebih lanjut diatur dengan UU, bukan diatur dengan peraturan di bawah UU.
Prananda menyatakan, seharusnya UU MK lebih rigid mengatur MK, karena UUD 1945 menegaskan bahwa fungsi dan kewenangan MK diatur dengan UU, sementara untuk hal-hal yang teknis dapat diatur oleh inernal MK. Oleh karena itu, Prananda menyatakan MK perlu memberikan tafsir konstitusi terhadap prinsip transparan dan partisipasi dalam pencalonan hakim konstitusi, sesuai dengan tuntutan dari permohonan dalam perkara nomor 80/PUU-XI/2013 ini. (Ilham/mh)