Penanggulangan lumpur Sidoarjo oleh PT. Lapindo Berantas sesuai dengan prinsip coorporate social responsbility (CSR). Hal ini disampaikan oleh Ditjen Litigasi Kemenhukham Mualimin Abdi dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang APBN (UU APBN) pada Selasa (19/11) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 83/PUU-XI/2013 ini dimohonkan oleh para korban yang memiliki badan usaha terdampak lumpur Sidoarjo yang berada di luar Wilayah Peta Area Terdampak (PAT).
“Dalam pelaksanaannya, tim nasional penangggulangan sesuai dengan tugas dan kewenangannya telah membuat kesepakatan dengan PT Lapindo Berantas tentang luas cakupan wilayah yang menjadi tanggung jawabnya selaku subjek hukum. Hal ini tentunya telah sejalan dengan prinsip-prinsip yang diatur di dalam CSR yaitu coorporate social responsbility yang saat ini telah menjadi sebuah isu global yang telah diterapkan pula di Indonesia,” ujarnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Hamdan Zoelva.
Mualimin menjelaskan penanggulangan lumpur Sidoarjo oleh PT. Lapindo Berantas diawasi oleh BPLS. Hal ini dimaksudkan agar PT. Lapindo Berantas selaku koorporasi yang memegang izin usaha pertambangan bertanggung jawab penuh atas perbuatan hukum baik perdata maupun pidana dalam mengelola korporasinya. Pembagian tanggung jawab antara wilayah dalam peta area terdampak dengan wilayah di luar peta area terdampak, lanjut Mualimin, telah sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. “Berdasarkan seluruh penjelasan yang disampaikan oleh Pemerintah tersebut di atas maka menurut Pemerintah ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang APBNP Tahun 2013 tidak bertentangan dengan UUD 1945,” terangnya.
Sidang berikutnya beragendakan mendengar keterangan saksi dan ahli yang akan digelar pada Selasa, 26 November 2013, pukul 11.00 WIB.
Pada sidang sebelumnya, Pemohon merasa keberatan dengan Pasal 9 ayat (1) huruf a UU APBN. Pemohon menganggap pasal tersebut merugikan hak konstitusional Pemohon. Pasal 9 ayat (1) huruf a UU APBN menyatakan bahwa “Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2013, dapat digunakan untuk: (a) pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan) dan sembilan rukun tetangga di tiga kelurahan (Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi)”. Pemohon menjelaskan Pasal 9 ayat (1) huruf a UU APBN, telah menimbulkan perbedaan perlakuan hukum antara para Pemohon dengan warga negara Indonesia yang berada di luar wilayah PAT, baik dari sisi perlindungan hukum, kepastian hukum, kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia yang sama, guna mencapai persamaan dan keadilan. (Lulu Anjarsari/mh)