Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva memberikan materi acara seminar yang diselenggarakan KPU berjudul “Konsultasi Publik Inventarisasi Masalah Dan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu Tahun 2014” di Hotel Santika, Palu, Sulawesi Tengah. Acara ini dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola yang membuka acara, Ketua KPU Provinsi Sulteng Sahran Raden, beberapa anggota Panwaslu dan Bawaslu, dan para peserta seminar.
Hamdan menyampaikan, jika dilihat dari Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan, pemilihan umum (pemilu) diatur tersendiri dalam ketentuan Pasal 22E. Sebelum perubahan, tidak ada satu kata pun pemilihan umum dalam konstitusi kita. Ada tiga prinsip pemilu yang diatur, yaitu pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilu juga diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum yang bersifat rasional, tetap dan mandiri. Lalu yang ke tiga, pemilu dilaksanakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden, dan Wakil Presiden. Ini lah pemilu yang didefinisikan oleh konstitusi.
Hamdan menjelaskan, ketika zaman MK dipimpin oleh Jimly Assiddiqie, masalah pemilukada adalah termasuk kebijakan hukum terbuka (opened legal policy), dimana kebijakan politik dalam membentuk undang-undang, pemilu kepala daerah itu bisa diselesaikan di peradilan di lingkungan Mahkamah Agung dan bisa dilakukan di lingkungan peradilan Mahkamah Konstitusi. Akhirnya sejak 2008, MK menerima beban tambahan untuk ikut serta mengadili sengketa pemilu kepala daerah.
Pada pemilu 2014 nanti, Hamdan menduga proses pelanggaran kampanye, pemungutan suara dan penghitungan suara, tiga aspek ini kemungkinan banyak terjadi. Hamdan berharap semoga pelanggaran kampanye ini akan terselesaikan di tingkat KPU, Panwaslu dan Bawaslu, juga peradilan pidana pemilu yang berkaitan pelanggaran tersebut. Jika terselesaikan di tingkatan tersebut maka akan memudahkan MK hanya melakukan penghitungan suara saja. Hamdan juga mengatakan, disinilah posisi rawan terjadi pelanggaran-pelanggaran pemilu 2014 tersebut, yaitu sengketa proses dan sengketa penghitungan.
Karena masih adanya pimpinan lembaga negara yang mendapatkan laporan dari KPU dan Mendagri tentang masalah daftar pemilih tetap (DPT), KPU dalam laporannya ada sekitar 10, 4 juta daftar pemilih yang masih belum teridentifikasi nama dan alamatnya. Hamdan menghimbau kepada KPU untuk memverifikasi kembali 10, 4 juta ini untuk diselesaikan data pemilihnya, sehingga terpenuhi data pemilih di daftar pemilihan. Agar nantinya masalah DPT tidak datang ke MK. Bukan berarti MK menghindar, tetapi menjadikan ini sebuah efisiensi agar lebih cepat menanganinya dari berbagai pihak.
Hamdan juga menjelaskan, siapakah yang bisa berperkara di MK, batas waktu penyelesaian perkara di MK, dan jenis putusan MK, tata cara persidangan dan lain sebagainya. Mengenai pemeriksaan, Hamdan mempunyai trobosan dalam Pemilu 2014 nanti dalam memeriksa perkara dalam sidang panel yaitu tidak lagi per partai politik, akan tetapi per daerah pemilihan. “Karena sebelum saya menjadi ketua MK, per panel dalam pemeriksaan perkara dilakukan per partai politik.” Karena, kata Hamdan, dulu mengalami kesulitan jika diperiksa per partai politik dalam satu dapil oleh panel yang berbeda.
Mantan anggota Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat ini juga menyampaikan di setiap pemilu siapapun berharap untuk menang. Sehingga ada yang berpikir memenangkan pemilu dengan cara menggoda penyelanggara pemilu, maka Hamdan mengimbau kepada setiap peyelenggara dan penegak hukum untuk tidak mudah digoda dengan pihak yang berperkara. (hdy/mh)