Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Rabu, 13/11/2013, yang dimohonkan oleh Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah; Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, dan Karyawan (SOJUPEK); Rachmawati Soekarnoputri, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), La Ode Ida; mantan Menteri Pemuda Olahraga, Adhyaksa Dault; serta beberapa pemohon individu lainnya, dalam perkara 85/PUU-XI/2013.
Para Pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya Syaiful Bakhri menjelaskan kepada majelis hakim konstitusi yang dipimpin oleh Muhammad Alim perbaikan permohonan telah dilakukan oleh Para Pemohon. “Bahwa perbaikan permohonan ini, hampir seluruhnya mengikuti saran-saran yang disampaikan oleh majelis terdahulu,” ujar Syaiful Bakhri.
Sebelumnya, dalam sidang pendahuluan yang dilaksanakan pada Rabu 30 Oktober 2013, Para Pemohon mempersoalkan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, yang memberikan kesempatan kepada koperasi, badan usaha swasta, atau kelompok masyarakat untuk menyelenggarakan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Menurut Syaiful Bakhri, ketentuan yang diatur PP tersebut telah menyimpang dari penafsiran MK yang tertuang dalam pertimbangan putusan PUU Sumber Daya Air yang telah diputus pada tahun 2005 lalu. Syaiful mengungkapkan, dalam pertimbangannya MK menyatakan “Sehingga, apabila UU a quo (Red. tersebut) dalam pelaksanaan ditafsirkan lain dari maksud sebagaimana termuat dalam pertimbangan Mahkamah di atas, maka terhadap UU a quo tidak tertutup kemungkinan untuk diajukan pengujian kembali.”
Menurut Pemohon, pasal 40 UU Sumber Daya Air menegaskan bahwa pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) adalah tanggung jawab pemerintah pusat/pemerintah daerah, sehingga penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). (Ilham/mh)