Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) pada Selasa (12/11) di Ruang Sidang MK. Direktur Utama dan pemegang saham PT. Metro Mini Jakarta Nofrialdi menjadi Pemohon perkara yang teregistrasi dengan Nomor 84/PUU-XI/2013 tersebut.
Dalam sidang perbaikan permohonan tersebut, Pemohon yang hadir tanpa diwakili kuasa hukumnya mengungkapkan telah melakukan perbaikan permohonan sesuai saran majelis hakim pada sidang sebelumnya. Pemohon melakukan perbaikan terhadap kedudukan hukum Pemohon (legal standing) dan alasan permohonan. Nofrialdi menjelaskan kantor PT Metro Mini sedang mengalami kerusakan. “Hal inilah yang menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi Pemohon. Kantor kami di-police line dan ada perusakan. Nanti ada fotonya yang akan dijadikan alat bukti,” paparnya.
Kemudian, majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Harjono mengesahkan beberapa alat bukti yang telah diajukan Pemohon. “Majelis Hakim mengesahkan 17 alat bukti yang diajukan oleh Pemohon, P1-P17,” jelasnya.
Pada sidang sebelumnya, Pemohon menjelaskan kepada majelis hakim konstitusi bahwa hak konstitusionalnya dilanggar dengan adanya pasal 86 ayat (9) UU PT (9) UU PT yang menyatakan ,“RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.”
Pemohon menjelaskan telah melaksanakan putusan dari Mahkamah Agung (MA) yang memberi izin kepada Pemohon untuk melaksankan Rapat Umum Pemegang Saham – Luar Biasa (RUPS-LB) PT. Metro Mini, tetapi tidak memenuhi kuorum sebagaimana yang telah ditentukan dalam UU PT hingga dua kali, dan rapat tersebut hanya dihadiri tidak lebih dari 2/3 dari jumlah anggota pemegang saham. Pemohon juga telah melakukan RUPS yang ketiga dan telah memenuhi kuorum dan hasil dari RUPS tersebut dituangkan dalam akta pernyataan keputusan rapat PT. Metro Mini Nomor 09 tanggal 22 mei 2012. Namun ketika didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM, ternyata akses tentang RUPS tersebut tidak dapat dilakukan karena terblokir.
Nofrialdi menegaskan, dengan adanya pemblokiran tersebut menyebabkan pengesahan RUPS yang diselenggarakan tersebut tidak dapat disahkan karena ketentuan Pasal 86 ayat (9) UU PT yang membatasi waktu pelaksanaan RUPS kedua dan ketiga, yaitu dalam jangka waktu paling lambat sepuluh (10) hari dan 21 hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilaksanakan. Oleh karena itu, Pemohon meminta kepada MK untuk menyatakan Pasal 86 ayat (9) UU PT inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. (Lulu Anjarsari/mh)