Kelompok mahasiswa dan dosen yang menamakan dirinya Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) mengajukan Pengujian Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana untuk perkara yang teregistrasi dengan nomor 88/PUU-XI/2013 ini digelar Senin (11/11).
Dalam permohonannya, Pemohon Prinsipal yang kali itu hadir yakni Dosen Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Joko Widarto menyampaikan kegelisahan Pemohon tentang ketentuan dalam Pasal 79 a quo yang menyatakan putusan MK terkait perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) bersifat final dan mengikat. Sebabnya, ketentuan tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. Ketiga pasal dalam UUD 1945 itu menyatakan Indonesia adalah negara hukum, setiap orang di dalamnya berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, serta kepastian hukum yang adil, dan setiap orang berhak mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus demi memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Joko memaparkan bahwa Pasal 79 UU a quo dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dengan memberikan contoh perkara Pemilukada Kabupaten Sumba Barat Daya yang dimohonkan Pasangan Kornelius-Daud kala itu. Terhadap permohonan itu, Mahkamah menyatakan menolak permohonan Pasangan Kornelius-Daud dan menguatkan kemenangan Pasangan Markus-Ndara. Namun, setelah dilakukan perhitungan ulang dua kecamatan oleh Polres Sumba Barat yang dilakukan untuk menelusuri bukti penggelembungan suara diketahuilah bahwa memang ada pengurangan suara bagi pasangan Kornelius-Daud.
“Dengan kenyataan tersebut, akhirnya Ketua KPU Kabupaten Sumba Barat Daya mengabaikan Putusan MK tersebut. Dengan adanya fakta hukum tersebut, diketahui ada kerugian yang diderita warna negara yang seharusnya dijamin oleh konstitusi. Berdasarkan hal tersebut, Pemohon beranggapan Pasal 79 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang menyatakan putusan MK terhadap perkara PHPU telah bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 karena sifat putusan MK telah merugikan hak warga negara sehingga otomatis bertentangan dengan prinsip negara hukum yang memberikan persamaan di hadapan hukum bagi warga negara,” papar Joko memberikan argumen permohonannya. (Yusti Nurul Agustin/mh)