Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan pemeriksaan perkara dalam sidang sengketa pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Lombok Barat perkara nomor 152/PHPU.D-XI/2013, Jum’at, 1 November 2013. Dalam sidang dipimpin Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lombok Barat dan pasangan calon Zaini Arony-Fauzan Khalid sebagai Pihak Terkait mengajukan sejumlah saksi yang memberikan keterangan untuk membantah keterangan beberapa saksi pasangan calon Mahrip-Munajib Kholid pada sidang sebelumnya.
Sejumlah saksi penyelenggara Pemilu menegaskan tidak ada satupun arahan dari Panitia Pemungutan Suara (PPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) maupun dari KPU untuk memilih pasangan calon tertentu seperti yang diungkapkan oleh Fauzi, Ketua KPPS 10 Bile Tepung. Mengenai ada stiker pasangan calon tertentu di TPS, Fauzi menegaskan tidak terjadi karena petugas telah membersihkan semua atribut pasangan calon dari TPS. Kalau pun ada warga yang melihat itu, kata Fauzi, bukan stiker yang utuh, melainkan stiker yang tidak dibersihkan secara sempurna.
Bantahan terhadap saksi Pemohon juga disampaikan oleh empat orang saksi yang dihadirkan oleh KPU Lombok Barat. Para saksi juga menegaskan bahwa saksi pasangan calon Zaini Arony-Fauzan Khalid tidak menggunakan atribut tertentu di TPS saat pemungutan suara berlangsung. Selain itu tidak ada penggantian ketua KPPS saat pelaksanaan pemilukada Lombok Barat.
Sementara saksi-saksi yang diajukan oleh pasangan calon Zaini Arony-Fauzan Khalid, pasangan AZAN menyangkal tuduhan dan keterangan saksi yang diberikan dalam sidang persidangan sebelummnya, Senin, 28 Oktober 2013, adanya keterlibatan pejabat pemerintahan Kabupaten Lombok Barat untuk memenangkan petahana Bupati Lombok Barat Zaini Arony.
Terhadap pemberhentian Sahdan sebagai tenaga guru honorer, Muazzam sebagai kepala sekolah tempat Sahdan mengajar menjelaskan, ketersediaan tenaga guru di sekolah tersebut telah melebihi rasio yang membuat Sahdan sulit diangkat menjadi guru pegawai negeri sipil (PNS), oleh sebab itu dirinya meminta kepada Sahdan untuk pindah ke yayasan lain agar lebih mudah dan cepat diangkat sebagai PNS guru.
Pada sidang pada Senin, 28 Oktober 2013, KPU Lombok Barat melalui kuasa hukumnya, D. A. Malik, menyatakan bahwa permohonan Pemohon tidak jelas, baik mengenai waktu maupun lokasi dimana pelanggaran-pelanggaran yang didalilkan terjadi. Termasuk sejauh mana pelanggaran atau tuduhan-tuduhan yang sifatnya terstruktur, masif, dan terencana ini kemudian berpengaruh terhadap perolehan pasangan para calon.
Lebih lanjut Malik menegaskan Pemohon, Mahrip yang merupakan petahana wakil bupati berasama pasangannya Munajib Kholid, sama sekali tidak mempersoalkan penetapan hasil rekapitulasi penghitungan surat suara. “Di dalam permohonan Pemohon setebal 39 halaman, ini kami tidak lihat satu pun bagaimana kerangka penetapan suara yang benar menurut Pemohon. Nah, sehingga menurut kami bahwa ini sebenarnya bertentangan atau … ya bertentangan dengan PHPU terutama Pasal 345 yang mensyaratkan bahwa di dalam permohonan Pemohon setidak-tidaknya memuat tentang penghitungan permohonan yang benar menurut Pemohon,” ujar Malik.
Sementara Misbahuddin Gasma, kuasa hukum pasangan calon Zaini Arony-Fauzan Khalid membantah tudingan Pemohon mengenai ketidaknetralan ataupun pelanggaran yang dilakukan oleh kepala Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD), kepala desa, PNS, camat, dan lain sebagainya. Misbahuddin menegaskan, tuduhan tersebut tidak benar. Satu dan lain hal bahwa Pemohon tidak mampu menguraikan dalilnya secara tegas bahwa apa, di mana, dan bagaimana hal itu dilakukan sehingga ada yang disebut ketidaknetralan PNS.
Mengenai pelanggaran praktik politik uang yang dilakukan pasangan calon Zaini Arony-Fauzan Khalid, Misbahuddin juga menolak tudingan itu dan menurutnya sama sekali tidak benar pula ada money politics yang dilakukan oleh Termohon. Terkait dalil-dalil Pemohon yang mengatakan bahwa ada pengaspalan jalan, pengembangan masjid, kemudian pura, dan kegiatan PKK, menurut Misbahuddin kegiatan tersebut program pemda yang sudah dijalankan di tahun-tahun sebelumnya, sehingga tidak memiliki kaitan dengan Pemilukada.
Menurut Misbahuddin, kalaupun hal tersebut dikatakan sebagai bentuk praktik politik uang, justru Pemohon sebagai petahana wakil bupati melakukan hal yang sama, seperti pada saat safari ramadhan, ketika petahana Bupati Lombok Barat membagikan uang Rp.5.500 ribu kepada masjid. Hal serupa juga dilakukan petahana Wakil Bupati di tempat lain, jadi ini juga merupakan program pemerintah, jadi selain Bupati yang memberikan sumbangan, hal serupa juga Wakil Bupati.
Kemudian soal money politics yang dituduhkan yang dilakukan dengan bagi-bagi uang pada saat kampanye, tuduhan itu itu pun juga dibantah oleh Misbahuddin. “Sebetulnya fakta yang kami temukan adalah justru sebaliknya, Pemohonlah yang melakukan itu. Kami menemukan fakta bahwa istri Pemohon melakukan pembagian uang pada saat kampanye dialogis, di Desa Sembung, Kecamatan Narmada, di Lombok Barat,” tegas Misbahuddin.
Sementara dalam pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang diajukan oleh Pemohon menjelaskan mengenai adanya ketidaknetralan penyelenggara Pemilukada Lombok Barat dan aparat PNS unutk mendukung pasangan Zaini Arony-Fauzan Khalid. Seperti disampaikan Roni Yuningrat, dirinya menjelaskan melihat secara langsung Mahnan, yang merupakan Camat Gerung, bersama Lurah Desagres, dan kepala desa, dan staf desa, mengatakan kepada para kepala desa, dan Lurah Dasangres agar memenangkan Zaini Arony, petahana Bupati Lombok Barat.
Keterangan sama juga disampaikan beberapa saksi Pemohon lainnya mengenai adanya keterlibatan PNS Kabupaten Lombok Barat serta istri Bupati selaku ketua Pembina Kesejahteraan Keluarga dalam menyosialisasikan pasangan AZAN. (Ilham/mh)