Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan eksistensi dan peran MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, sistem rekrutmen hakim konstitusi dan urgensi serta pola pengawasan hakim konstitusi. Hal-hal tersebut disampaikan Hamdan sebelum membuka secara resmi “APHAMK Expert Meeting” pada Jumat (25/10) sore di Jakarta.
Berbicara mengenai eksistensi dan peran MK, ungkap Hamdan, betapa krusialnya eksistensi dan peran MK saat ini sebagai lembaga negara yang lahir dari rahim reformasi konstitusi. Karena itu, MK sering dikatakan sebagai ikon terpenting dalam perubahan UUD 1945. Hal itu tampak dalam penjelasan UU Mahkamah Konstitusi yang menyatakan salah satu substansi penting perubahan UUD 1945 adalah keberadaan MK sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkara tertentu dalam ketatanegaraan.
“Dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab, sesuai kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Keberadaan MK sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil dan juga merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu,” urai Hamdan kepada para hadirin, di antaranya terlihat Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin.
Sedemikian pentingnya eksistensi dan peran MK didasarkan pada beberapa hal. Pertama, untuk menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan. Kedua menjaga konstitusi agar sesuai kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi.
“Ketiga, terselenggaranya pemerintahan yang stabil. Keempat, melakukan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda terhadap konstitusi,” tandas Hamdan yang juga menjadi salah seorang pelaku perubahan UUD 1945 pada periode 1999-2002.
Bukan Supervisi
Sementara itu, Hakim Konstitusi Harjono yang juga menjadi narasumber pada acara tersebut menjelaskan mengenai checks and balances. Bahwa pemahaman checks and balances bukanlah supervisi lembaga terhadap lembaga lain. “Sehingga nilai dari pengawasan adalah untuk menjaga dan menegakkan martabat hakim,” jelas Harjono.
Dikatakan Harjono pula, sistem ketatanegaraan yang memilih negara hukum, memiliki konsekuensi bahwa setiap pelanggaran hukum harus diselesaikan melalui upaya hukum juga. “Oleh karena itu hakim wajib berlaku independen dan imparsial,” tandas Harjono kepada para peserta acara. (Nano Tresna Arfana/mh)