Sejumlah siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Parungpanjang, Bogor, berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (24/10) siang. Peneliti MK Abdul Ghoffar menerima kedatangan mereka sekaligus memberikan pelajaran singkat seputar konstitusi. Di antaranya, dijelaskannya mengenai berbagai jenis teori kedaulatan.
Dijelaskan oleh Ghoffar secara sederhana teori Kedaulatan Raja sampai dengan Kedaulatan Rakyat. Bahwa setiap manusia mempunyai kedaulatan masing-masing. Artinya, semua rakyat mempunyai hak untuk menjadi raja, semua rakyat mempunyai hak menjadi rakyat. Lalu bagaimana mekanismenya ketika kemudian semuanya seimbang. Siapa yang memimpin?
Mengenai hal tersebut, ungkap Ghoffar, dalam teori kontrak sosial dijelaskan bahwa pemimpin dan masyarakat ‘duduk bersama’, dan kemudian menyepakati bahwa pemimpin mempunyai sejumlah hak dan masyarakat pun memiliki berbagai hak. “Teori kontrak sosial ada pertama kali bukanlah pada zaman Kerajaan Yunani, tetapi pada waktu zaman Rasulullah SAW melalui Piagam Madinah,” ujar Ghoffar.
“Ternyata Rasululllah SAW sudah melakukan teori kontrak sosial, ketika Nabi Muhammad datang ke Madinah, duduk bersama warga Madinah dan membuat perjanjian mengenai kewenangan pemimpin maupun masyarakat,” tambah Ghoffar.
Sedangkan di Indonesia sendiri terdapat konsep perjanjian sosial, sebagai perjanjian yang dilakukan Bung Karno dan kawan-kawan, antara pemimpin dengan masyarakat yang disebut dengan UUD atau konstitusi.
“Dalam UUD 1945 disebutkan pembagian kekuasaan. Sebelum perubahan UUD 1945, kita mengenal MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Kita juga mengenal lembaga tinggi negara, antara lain Presiden, DPR, BPK, MA,” imbuh Ghoffar.
Namun, setelah terjadi perubahan UUD 1945, kedudukan lembaga negara semuanya diubah. Kenapa hal ini harus diubah?
“Karena sejak UUD 1945 diberlakukan, dua kali memunculkan pemimpin yang sama-sama menjadi otoriter. Bung Karno pada awal kepemimpinannya sangat demokratis, tetapi di akhir kepemimpinannya menjadi otoriter. Pak Harto juga demikian, awal kepemimpinannya sangat demokratis, tapi di akhir kepemimpinannya jadi sangat otoriter,” urai Ghoffar.
Penyebab terjadinya pemimpin otoriter karena UUD 1945 sebelum perubahan memberikan kewenangan yang luar biasa bagi Presiden.
“Sekarang tidak ada lagi lembaga tertinggi negara. MPR bukan lagi menjadi lembaga tertinggi negara, namun setara dengan Presiden, DPR, DPD maupun MA,” tandas Ghoffar. (Nano Tresna Arfana/mh)