Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan pemeriksaan dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Senin (7/10) sore, di Ruang Sidang Pleno MK. Pada kesempatan ini, Panel Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva telah mendengarkan keterangan dari beberapa pihak, yakni perwakilan Kementerian Dalam Negeri, saksi dari Komisi Pemilihan Umum Kaltim (Termohon), serta saksi dari Pasangan Calon Awang Faroek Ishak-Mukmin Faisal (Pihak Terkait).
Selaku perwakilan Kemendagri, Zudan Arif Fakhrulloh, telah menerangkan terkait masuknya penduduk Kalimantan Utara (Kaltara) dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dipergunakan dalam Pemilukada Kaltim yang lalu. Pada prinsipnya, kata Zudan, sikap Kemendagri adalah menghormati apapun keputusan atau kebijakan yang diambil oleh KPU Kaltim dalam menentukan DPT. Hal ini tertuang dalam Surat Mendagri tertanggal 9 Juli 2013. Surat ini merupakan jawaban Mendagri atas banyaknya pertanyaan tentang hak pilih masyarakat daerah otonom baru dalam pelaksanaan Pemilukada di daerah induk.
“Mendagri memberitahukan kepada para gubernur, bupati, dan walikota bahwa kewenangan penyelenggaraan Pemilukada adalah kewenangan KPU. Jadi Menteri Dalam Negeri tidak dalam konteks untuk menyuruh gubernur/bupati/walikota mendorong masyarakat di daerah pemekaran untuk memilih di kabupaten induk,” tegas Zudan. “Kami tidak mau melakukan intervensi. Kami sangat menjaga kemandirian KPU.”
Menurutnya, pendapat tersebut merujuk pada PP Nomor 6 Tahun 2005 yang salah satu ketentuanya menyebutkan bahwa penetapan pemilih yang memenuhi persyaratan dan terdaftar sebagai pemilih dalam pilkada, termasuk yang berkenaan dengan hak pilih masyarakat di Daerah Otonom Baru (DOB) pada pilkada di daerah induk, mengacu pada pedoman atau aturan dari KPU. “Karena hal ini merupakan tugas dan wewenang KPU yang bersifat mandiri sebagai penyelenggara pemilu sebagaimana diatur dalam UU No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu,” urainya.
Meskipun begitu, menurut Zudan, pihak Kemendagri sendiri pernah memabahas mengenai hal tersebut pada beberapa rapat. Pada intinya, persoalan masuknya penduduk daerah pemekaran dalam Pemilukada daerah induk, memang ditengarai akan berpotensi memunculkan masalah. Apalagi dalam hal ini, Provinsi Kaltara telah memiliki penjabatnya sendiri. “Setelah ada penjabat, maka operasional daerah itu sudah berjalan. Maka sistem pemerintahan daerahnya sudah beralih dari daerah induk kepada daerah pemekaran. Itu prinsip pemerintahannya,” jelasnya.
Sementara itu saksi Termohon, Agus Hari Kesuma, Kapala Bagian Hukum, Humas, dan Teknis KPU, menyatakan pihaknya telah melakukan pemutakhiran daftar pemilih sesuai ketentun yang berlaku. Oleh karenanya, menurut dia, tudingan Pemohon adalah tidak benar. Bahkan, saat melakukan pengesahan DPT, hadir seluruh perwakilan para pasangan calon, Bawaslu Provinsi Kaltim, dan para pemangku kepentingan. “Kami sudah melakukan pemutakhiran data,” tegasnya.
Keterangan tersebut kemudian diperkuat dengan kesaksian dari beberapa komisioner KPU kabupaten/kota lainnya. Diantaranya hadir Ketua KPU Kota Tarakan Syafruddin, Anggota KPU Kota Balikpapan Sunawiyanto, Ketua KPU Kabupaten Kutai Barat Kalvinus Rafael, dan Anggota KPU Kabupaten Kutai Kertanegara Junaidi.
Adapun Pihak Terkait, dalam persidangan menghadirkan pengurus organisasi KALIMA yang dipersoalkan oleh Pemohon. Hadir Sekretaris Program Pemberantasan Kemiskinan KALIMA PLUS Idul Djumrillah. Dalam keterangannya, Idul menuturkan mengenai terbentuknya KALIMA dan apa saja tujuan dan program KALIMA sebagai organisasi kemasyarakatan.
Menurut Idul, KALIMA dibentuk berdasarkan atas keprihatinan berbagai permasalahan yang terjadi di Kaltim, yang diantaranya adalah kemiskinan, kesehatan, pendidikan, pengangguran, dan dekadensi moral. Hingga akhirnya, kata dia, program KALIMA pun tidak jauh-jauh dari kelima isu tersebut. Sedangkan untuk KALIMA PLUS, adalah berkenaan dengan adanya penambahan fokus organisasi, yakni masuknya isu lingkungan hidup sebagai program organisasi.
Ditanya apakah seluruh pengurus KALIMA adalah PNS dan terlibat politik mendukung Pihak Terkait, Idul menyatakan bahwa memang ada PNS, namun tidak seluruhnya. “Tidak semua PNS,” ujarnya.
Bahkan menurutnya, saat dirinya bertanya posisi KALIMA dalam menghadapi Pemilukada Kaltim, Awang Faroek malah menegurnya. “KALIMA tetap KALIMA sebagai LSM. Bukan lembaga politik. Tapi kalau ada orang KALIMA bergabung dalam partai politik silahkan,” ungkapnya menirukan ucapan Awang Faroek saat itu. (Dodi/mh)