Sidang lanjutan Sengketa Pemilukada Kota Tarakan Tahun 2013 kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (7/10) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan dengan perkara nomor 133/PHPU.D-XI/2013 diajukan oleh tiga pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Kota Tarakan, yaitu H. Ibrahim dan Ince A. RIfai (Pasangan Nomor Urut 4), H. Yusuf Ramlan dan Supaad Hadianto (Pasangan Nomor Urut 7), serta Sabirin Sanyong dan Kaujan (Pasangan Nomor Urut 9).
Dalam sidang tersebut, Pasangan Calon Sofian Raga dan Khaeruddin Arief Hidayat selaku Pihak Terkait membantah semua dalil yang diungkapkan Pemohon. Perwakilan Sofian Raga-Khaeruddin Arief Hidayat menolak dalil terutama berkaitan dengan adanya praktik politik uang (money politic). Pihak Terkait tidak pernah meminta untuk menyelipkan stiker ke dalam dana Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibagikan pada bulan Ramadhan. “Temuan yang diungkapkan oleh Pemohon telah diserahkan ke Panwaslu dan telah disimpulkan tidak ada pelanggaran politik uang dan tidak ada usaha menunggangi pembagian BAZ,” ujar kuasa hukum Pihak Terkait.
Pada sidang pembuktian tersebut, Para Pemohon menghadirkan beberapa orang saksi yang menguatkan dalil permohonannya. Minanda, salah satu saksi Pemohon mengungkapkan di TPS tempatnya bertugas dari 377 pemilih, hanya 307 surat suara yang sah. “Sebanyak 70 surat suara tidak sah karena adanya masalah lipatan surat suara,” ujarnya.
Minanda mengungkapkan hal tersebut terjadi karena tidak adanya KPPS yang menjelaskan mengenai membuka lipatan untuk pencoblosan kepada para pemilih. Menurut Minanda, dirinya diminta menjelaskan hanya di TPS tempat ia bertugas hanya pada hari H. “Itupun tidak menjelaskan mengenai cara membuka lipatan surat suara. Saya tidak mendapat arahan dari KPU mengenai cara membuka lipatan surat suara. Namun tidak ada keberatan dari saksi,” ujarnya.
Sementara itu, saksi Pemohon berbeda, Noorsena yang merupakan Anggota KPPS Kelurahan Selumit Pantai mengungkapkan dirinya belum mendapat SK dari KPU Kota Tarakan. “Mulai dari saya dilantik sampai bekerja, saya tidak mendapat SK. Tetapi selama dua bulan, saya mendapat gaji Rp 1,6 juta. Tidak ada SK, namun diambil sumpah,” paparnya.
Akan tetapi, Noorsena mengungkapkan pada 5 Oktober 2013 lalu, dirinya mendapatkan pesan singkat melalui telepon selulernya dari Ketua PPS. “Ada sms yang meminta saya memenuhi persyaratan untuk SK,” urainya.
Dalam permohonannya, Para Pemohon berkeberatan terhadap Berita Acara Rapat Pleno KPU Kota Tarakan. Para Pemohon yang diwakili Andi M. Asrun selaku kuasa hukum menganggap KPU Kota Tarakan selaku Pihak Termohon telah melanggar hukum dan asas Pemilukada yang jujur, adil, bebas, dan rahasia. Pelanggaran tersebut dijelaskan Pemohon dilakukan sepanjang pelaksanaan Pemilukada dan bersifat terstruktur, sistimatis, dan massif, di antaranya hilangnya suara pemohon di beberapa TPS sebanyak 13.401 akibat model lipatan surat suara sehingga pencoblosan dapat tembus ke gambar pasangan lain, tidak adanya legalitas Anggota dan/atau Ketua KPPS terutama di Kelurahan Selumit Pantai Kecamatan Tarakan Utara karena tidak memiliki SK Pengangkatan. (Lulu Anjarsari/mh)