Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva bersama tujuh hakim konstitusi lainnya menggelar konferensi pers, Minggu dini hari (06/102013), pukul 01.30 WIB. Konferensi ini dilakukan usai MK melakukan rapat pleno hakim konstitusi, Sabtu (05/10/2013), pukul 19.00 WIB menyikapi perkembangan kasus M. Akil Mochtar dan pertemuan antara Presiden dengan para Pimpinan Lembaga Negara.
Berikut adalah 12 poin kesepakatan hasil rapat pleno hakim konstitusi, yaitu:
- Mahkamah Konstitusi menyadari betul kekecewaan dan kemarahan masyarakat atas peristiwa yang terjadi pada diri H. M. Akil Mochtar, Ketua Mahkamah Konstitusi, di rumah jabatannya, dan untuk itu Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat. Mahkamah Konstitusi sepenuhnya menyerahkan masalah tersebut pada proses hukum.
- Mahkamah Konstitusi memahami respons yang cepat dan niat baik Presiden yang mengumpulkan para Ketua Lembaga Negara untuk mencari solusi atas peristiwa yang terjadi pada diri H. M. Akil Mochtar. Peristiwa tersebut sangat berpengaruh pada citra dan wibawa Mahkamah Konstitusi.
- Mahkamah Konstitusi berpendapat seyogianya Pimpinan Mahkamah Konstitusi diundang dalam pertemuan tersebut untuk didengar keterangannya dan ikut bersama-sama para Ketua Lembaga Negara lainnya dalam rangka mencari solusi yang terbaik sebagai jalan keluar dari dampak atas peristiwa tersebut.
- Bahwa 8 (delapan) Hakim Konstitusi yang ada saat ini seolah-olah dan terkesan turut bersalah dalam peristiwa tersebut yang menyebabkan Presiden tidak mengundang unsur Pimpinan Mahkamah Konstitusi yang ada dalam pertemuan para Ketua Lembaga Negara. Dengan demikian, pada pertemuan tersebut Mahkamah Konstitusi diperlakukan sebagai objek, padahal UUD1945 menempatkan Mahkamah Konstitusi sebagai Lembaga Negara juga.
- Walaupun ada peristiwa tersebut, Mahkamah Konstitusi tidak terhalang dalam menjalankan fungsi konstitusionalnya, karena masih ada 8 (delapan) Hakim Konstitusi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tetap dapat secara sah menjalankan fungsinya. Sampai saat ini, Mahkamah Konstitusi tetap menjalankan fungsi konstitusionalnya. Mahkamah Konstitusi dan seluruh Hakim Konstitusi bertanggung jawab secara penuh berdasarkan sumpah jabatan, demi bangsa dan negara. Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang telah dijatuhkan selama ini berdasarkan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan tetap sah.
- Adapun pendapat sebagian masyarakat terkait dengan peristiwa yang terjadi pada diri H. M. Akil Mochtar sama sekali tidak memengaruhi keabsahan putusan Mahkamah Konstitusi, karena putusan Mahkamah Konnstitusi diputuskan oleh 9 (Sembilan) Hakim Konstitusi. Ketua Mahkamah Konstitusi berfungsi memimpin sidang dan rapat dalam pengambilan dan pengucapan putusan. Suara Hakim Konstitusi, dalam musyawarah untuk mengambil putusan adalah bernilai sama.
- Mahkamah Konstitusi tidak akan melakukan penundaan terhadap pelaksanaan tugas-tugas konstitusionalnya, karena apabila Mahkamah Konstitusi berhenti menjalankan tugas-tugas konstitusionalnya, atau menunda persidangan, maka akan ada banyak perkara konstitusional yang terbengkalai dan hal itu akan menciderai hak-hak konstitusional warga Negara yang dijamin oleh UUD 1945 dan akan berdampak terhadap penyelenggaraan negara. Apalagi perkara-perkara sengketa Pemilukada yang sudah harus diputus paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja.
- Mekanisme rekruitmen Hakim Konstitusi adalah kewenangan masing-masing tiga lembaga negara pengusul sesuai dengan amanat konstitusi. Para Hakim Konstitusi yang menjabat saat ini adalah pilihan dari 3 (tiga) Lembaga Negara yang berwenang yaitu Presiden, MA, dan DPR. Setelah menjadi Hakim Konstitusi, sesuai dengan amanat konstitusi dan sumpah jabatan, Hakim Konstitusi harus independen. Independensi hakim dijamin dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dan merupakan norma universal. Independensi hakim merupakan hak pencari keadilan, sehingga jika independensi hakim terganggu, hak pencari keadilan juga akan terganggu.
- Mahkamah Konstitusi tidak akaan mengomentari rencana Presiden untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) karena hal itu potensial menjadi perkara di Mahkamah Konstitusi, sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009, tanggal 8 Februari 2010.
- Demikian juga dengan rencana Presiden untuk mengatur pengawasan terhadap Mahkamah Konstitusi karena hal itu telah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006, tanggal 23 Agustus 2006. Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan tidak imun terhadap pengawasan dari manapun sepanjang tidak mengganggu independensi Mahkamah Konstitusi yang dijamin oleh UUD 1945.
- Mahkamah Konstitusi telah, sedang, dan akan terus melakukan langkah-langkah konkret untuk memulihkan citra dan wibawa Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan. Pertama, Mahkamah Konstitusi telah memberikan pernyataan sikap secara tegas untuk menyerahkan sepenuhnya persoalan kasus pidana kepada lembaga penegak hukum, dan memberikan dukungan dan akses seluas-luasnya kepada penegak hukum untuk menyelesaikannya. Kedua, pada dini hari malam kejadian Mahkamah Konstitusi langsung membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan etik dan administrasi terkait kasus H. M. Akil Mochtar. Ketiga, segera setelah H. M. Akil Mochtar ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Mahkamah Konstitusi mengirimklan surat pemberhentian sementara H. M. Akil Mochtar sebagai Hakim Konstitusi, dan Presiden telah merespon dengan mengeluarkan Keputusan Presiden. Keempat, Mahkamah Konstitusi telah menata kembali Panel-Panel Hakim, dari yang semula 3 (tiga) Panel menjadi 2 (dua) panel, tetapi putusannya tetap diambil oleh semua Hakim Konstitusi. Kelima, Mahkamah Konstitusi sedang merumuskan pembentukan Majelis Pengawas Etik Mahkamah Konstitusi.
- Mahkamah Konstitusi berkesimpulan bahwa peristiwa yang terjadi pada diri H.M. Akil Mochtar adalah peristiwa hukum yang bersifat personal yang merupakan tanggung jawab pribadi dan bukan persoalan lembaga
Kesepakatan Hakim Konstitusi hasil Rapat Pleno tersebut ditandatangani oleh delapan hakim konstitusi, yakni Hamdan Zoelva sebagai Wakil Ketua merangkap anggota, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman, Arief Hidayat, Harjono, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim, dan Patrialis Akbar, masing-masing sebagai anggota.
Selain menyatakan membacaan hasil kesepatakan, Hamdan Zoelva juga mengungkapkan baru saja menerima surat pengunduran diri M Akil Mochtar dari jabatannya sebagai sebagai hakim konstitusi. (Ilham/mh)