Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pendahuluan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan umum Kepala Daerah Kalimantan Timur (Kaltim), Kamis (3/10) siang, di Ruang Sidang Pleno MK. Ada dua pasangan calon kepala daerh yang menjadi Pemohon dalam perkara ini, yakni Pasangan Calon Nomor Urut 3 Imdaad Hamid-Ipong Muchlissoni (Perkara Nomor 134/PHPU.D-XI/2013) dan Pasangan Calon Nomor Urut 2 Farid Wadjdy-Adji Sofyan Alex (Perkara Nomor 135/PHPU.D-XI/2013).
Kuasa Hukum Imdaad Hamid-Ipong Muchlissoni, Ari Yusuf Amir menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif dalam Pemilukada Kaltim 2013 yang lalu. “Dalam Pemilukada di Kaltim telah terjadi satu pelanggaran yang begitu luar biasa, sangat terstruktur, sistematis, dan sangat masif,” tegasnya.
Beberapa pelanggaran yang terjadi, sambung Ari, antara lain terkait diikutsertakannya penduduk Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) dalam Pemilukada Kaltim, money politic, dan dibentuknya organisasi bernama KALIMA yang beranggotakan aparat pemerintahan oleh Pasangan Calon Terpilih Awang Faroek Ishak-Mukmin Faisal (Pihak Terkait dalam perkara ini). “Hal yang paling penting adalah ternyata Organisasi KALIMA ini menggunakan dana APBD,” jelas Ari Yusuf.
Adapun mengenai money politic, ujar Ari, dilakukan dengan tidak hanya membagi-bagikan uang, namun juga berbentuk barang. “Pada masa tenang, Pasangan Calon Nomor 1 Awang Faroek dan Mukmin membagi-bagikan uang yang diundang ke kantor gubernur secara terbuka. Para guru mengaji, masyarakat, guru sekolahan dipanggil hanya untuk dibagi-bagikan uang dan itu uangnya itu juga menggunakan dari Provinsi Kalimantan Timur. Ada juga pembagian ambulan yang melibatkan camat, lurah, semua bisa kami buktikan,” pungkasnya.
Atas berbagai pelanggaran tersebut, Ari akhirnya meminta MK untuk mendiskualifikasi Pihak Terkait. “Menetapkan Pasangan Calon Imdaad Hamid dan Ipong Muchlissoni sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur terpilih atau memerintahkan Termohon untuk melakukan pemilihan suara ulang di Kota Samarinda dan Kota Balikpapan.”
Sementara itu Kuasa Hukum Farid Wadjdy-Adji Sofyan Alex, Antori Dasihan, menyatakan juga mempersoalkan dimasukkannya penduduk Provinsi Kaltara dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) oleh Komisi Pemilihan Umum Kaltim (Termohon). “Kami menambahkan di sini adalah bahwa hal ini bertentangan sekali dengan Undang-Undang Nomor 20, dimana Pasal 2 dengan undang-undang ini dibentuk Provinsi Kalimantan Utara dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian Pasal 3 Provinsi Kalimantan Utara berasal dari sebagian wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang terdiri dari Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabutaen Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Tanah Tidung,” urainya.
Selain itu, pihaknya juga mempersoalkan program dalam kampanye Pemohon Farid Wadjdy-Adji Sofyan Alex. “Kemungkinan kampanye Pasangan Nomor 3 itu kan menjanjikan program Rp 1 miliar sampai Rp 5 miliar, kami menduga setiap penandatanganan pada setiap kepala desa ataupun kepala pemuka, mungkin ada uang muka atau persekot. Kami menduga adanya konspirasi mungkin penggunaan uang,” tukasnya.
Oleh karena itu, dalam petitum permohonannya, Antori menyatakan meminta MK tidak hanya mendiskualifikasi Pihak Terkait, namun juga Pemohon Imdaad Hamid-Ipong Muchlissoni. “Mohon izin, kalau Yang Mulia mengabulkan diskualifikasi Nomor 1 dan Nomor 3, ya mohon ditetapkan Nomor 2 menjadi Pasangan Terpilih Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur,” ungkapnya kepada Panel Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva.
Tudingan-tudingan tersebut kemudian dibantah oleh Rezki, Kuasa Hukum Termohon. Menurut Rezki, Termohon telah melaksanakan Pemilukada Kaltim sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Bahwa kami tegaskan bahwa Termohon sebagai penyelenggara telah melaksanakan sebaik-baiknya Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur sesuai dengan aturan perundang-undangan menurut asas jurdil.”
Rezki juga menegaskan bahwa Termohon tidak pernah menginstruksikan kepada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara untuk memenangkan salah satu pasangan calon. “Termohon sama sekali tidak pernah menginstruksikan atau menyuruh kepada penyelenggara yang ada di bawahnya untuk berpihak kepada salah satu pasangan calon,” bantahnya.
Terkait dimasukkannya penduduk Kaltara, menurut Rezki, hal itu sudah memiliki dasar hukum yang jelas. “Mengikutsertakan Kaltara itu mengikuti Surat Edaran Mendagri dan surat edaran KPU yang pada intinya mengatakan bahwa Kaltara masih diikutkan dengan Kalimantan Timur, dengan Pilgub ini,” jelasnya. (Dodi/mh)