Marwah Mahkamah Konstitusi harus tetap dijaga. Semangat menegakkan keadilan dan melindungi hak warga negara yang selama ini melekat dengan baik pada MK jangan sampai terkikis oleh fakta yang membuat miris. Bagaimanapun, masih ada delapan pilar pengawal konstitusi yang harus tetap dijaga dan berdiri tegak untuk membawa harapan yang baik dalam penegakan hukum di Indonesia.
Pada Kamis (3/10) malam, telah dilakukan pertemuan antara delapan hakim konstitusi dengan para mantan hakim konstitusi di Gedung MK. Pada kesempatan ini, hadir Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva, Harjono, Arief Hidayat, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman, dan Patrialis Akbar. Selain itu hadir mantan Ketua MK Mahfud MD, para mantan Wakil Ketua MK yakni M. Laica Marzuki, A. Mukhtie Fadjar, dan Achmad Sodiki, serta mantan hakim konstitusi HAS Natabaya, Achmad Roestandi, dan Soedarsono.
Dalam pertemuan tersebut, para hakim membicarakan berbagai hal terkait kasus dugaan suap yang menimpa Ketua MK M. Akil Mochtar. Para hakim dan mantan hakim pada prinsipnya ingin membangun kesepakatan bersama bahwa MK tidak mentoleransi korupsi atau pelanggaran hukum apapun yang dilakukan oleh siapapun di tubuh MK. Oleh karenanya, MK sangat mendukung apa yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi untuk membersihkan MK dari sikap yang menciderai integritas dan moralitas hakim konstitusi.
“Pada saat seperti ini biasanya kami mengundang para senior ini untuk urung rembug, untuk meminta saran-saran dan pandangan terhadap masalah yang kami hadapi. Tadi dari seluruh pandangan, memiliki suara yang sama bahwa Mahkamah Konstitusi mendukung penuh dan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada KPK untuk memproses secara hukum, secara profesional, kasus yang dihadapi oleh Pak Akil Mochtar,” ujar Hamdan Zoelva usai pertemuan. “Ini merupakan salah satu langkah kita membersihkan Mahkamah Konstitusi.”
Hal kedua yang disepakati, ungkap Hamdan, adalah terkait pembentukan Majelis Kehormatan MK. “Majelis Kehormatan Mahkamah ini adalah penyelesaian secara internal dari sisi administrasi,” tuturnya.
Dalam prosesnya nanti, sambung Hamdan, bisa saja Majelis Kehormatan memutuskan untuk memberhentikan Akil Mochtar sebagai hakim konstitusi. “Ini proses yang lebih cepat,” paparnya. Sebab, pemberhentian tetap dapat pula dilakukan dengan menunggu putusan kasus yang menimpa Akil Mochtar hingga berkekuatan hukum tetap. Namun konsekuensinya, pemberhentian Akil sebagai hakim konstitusi akan memakan waktu yang relatif lebih lama.
Tindakan MK atas ditetapkannya Akil sebagai tersangka oleh KPK, kata Hamdan, adalah dengan melayangkan surat pemberhentian sementara atas Akil Mochtar kepada Presiden. “Besok (Jumat, 4 Oktober) kami segera akan mengirimkan surat pemberhentian sementara ke Presiden, dan dalam waktu sekian hari, menurut undang-undang Presiden akan memberikan SK pemberhentian sementara,” tegas Hamdan. (Dodi/mh)