Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pembacaan dua putusan Pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang masing-masing dimohonkan oleh Taufik Basari dan Samady Singarimbun, Rabu (25/9). Kedua perkara tersebut dinyatakan tidak dapat diterima oleh Mahkamah.
Terhadap perkara yang dimohonkan Taufik Basari, Mahkamah menyimpulkan permohonan tersebut nebis in idem atau objek permohonan yang sama sudah pernah diputus oleh Mahkamah dalam perkara Nomor 69/PUU-X/2012 yang dimohonkan oleh H Parlin Riduansyah.
Sebelumnya Basari mengajukan uji materi frasa “ditahan” dan “tahanan” pada Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP. Basari meminta Mahkamah memberikan tafsir terhadap bunyi frasa ditahan dan tahanan pada pasal KUHAP tersebut yang dinilainya telah menimbulkan polemik dan ketidakmampuan aparat penegak hukum menjalankan eksekusi pidana. Basari sebelumnya mengaku paham bahwa pasal yang diajukannya untuk diuji sudah pernah diputus MK lewat putusan bernomor 69/PUU-X/2012 tertanggal 22 November 2012.
Meski demikian, Basari tetap mengajukan permohonan karena menganggap putusan Mahkamah sebelumnya telah memunculkan multitafsir. Salah satu tafsir terhadap putusan Mahkamah disampaikan Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan putusan Mahkamah tidak berlaku surut sehingga putusan pidana yang diputus sebelum tanggal 22 November 2012 yang tidak mencantumkan perintah penahanan adalah batal demi hukum.
Menurut Basari, adanya tafsir tersebut menyebabkan kejaksaan tidak mampu melakukan eksekusi terhadap terpidana Komjen Susno Duadji yang telah diputus oleh Mahkamah Agung sebelum tanggal 22 November 2012. Gagalnya eksekusi oleh kejaksaan dan kuatnya ambiguitas berbagai kalangan di masyarakat mengenai adanya tafsir Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP menimbulkan ketidakpastian norma dari pasal tersebut dan akan terus menjadi polemik di masyarakat apabila tidak ada penyelesaian secara konstitusional.
Menurut Mahkamah, terhadap tafsir putusan Mahkamah terkait Pasal 167 ayat (1) huruf k KUHAP sudah disampaikan juga dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-X/2012. Berdasarkan pertimbangan Mahkamah pada putusan 69 jelas bahwa putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, harus dianggap sah dan berlaku sampai ada putusan pengadilan lain yang berwenang membatalkannya.
Obscuur Libel
Sementara terhadap perkara yang dimohonkan oleh Samady Singarimbun, Mahkamah berkesimpulan permohonannya tidak jelas atau obscuur libel. Mahkamah berkesimpulan demikian karena Pemohon tidak menjelaskan pertentangan pasal-pasal yang diujikan dengan norma UUD 1945 yang dijadikan batu uji. Selain itu, permintaan Pemohon terkait pengujian KUHAP juga tidak jelas apa tujuannya. (Yusti Nurul Agustin/mh)